Dunia kepolisian akhir-akhir ini mendapat sorotan tajam. Masuknya beberapa para jenderal dari institusi ini dalam gelanggang politik nasional bahkan daerah menimbulkan polemik. Â Sebut saja kasus pelantikan Plt. gubernur Jawa Barat, M. Iriawan. Bahkan di Maluku sendiri, sempat terjadi insiden pemecatan Wakapoldanya akibat ikut berkampanye guna memenangkan kandidat yang berasal juga dari kepolisiaan.
Belum lagi, deretan kasus pemberantasan korupsi, terorisme, hegemoni kekuasaan, trading in influence. Terpaan badai tersebut sedikit membuat publik tak lagi mempercayai kredibilitas, konsistensi, netralitas aparat pengayom negara ini.
Sebagai warga negara tentu, kita menaruh harapan kepada lembaga yang berdiri setahun setelah kemerdekaan, 1 Juli 1946. Yah. Menilik permasalahan di atas, kita juga harus bisa menempatkan diri sebagai pemberi masukan yang konstruktif. Agar ada balance yang bernilai bukan saling memojokkan. Akhirnya, saling curiga dan menyandera dengan insting "merusaki." Lantas, jika begini, tunggulah masyarakat dan negara diadu, lalu kabar Indonesia bubar itu bakalan tak terbantahkan.
aitannya dengan itu, Ibnu Qayyim Al Jauziah menasehati kita, " barang siapa yang mengenal dirinya akan lebih sibuk membenahi dirinya daripada mencari kesalahan orang lain. Pembenaran ini mengindikasikan bahwa kehidupan akan baik, bilamana berfokus pada tujuan hidup, bukan saling mengorek keaiban orang lain. Sedih juga, media-media ikut bermain api. Walau, apinya belum dibakar, tapi kayu-kayu di hutan sudah terlanjur dirayap oleh asap kecilnya. Apalagi benar-benar dibakar.
Disaat semua mata tertuju pada yang besar, kita juga harus melihat hal-hal kecil sebagai novum keadilan. Bukan mematai berlebihan tentang sebuah tupoksi.
Saya masih yakin sungguh. Sungguh, masih banyak prajurit Bhayangkara yang setia dan loyal terhadap baktinya. Raga kepolisiaan boleh lebih muda negara ini, tetapi jiwanya lebih dulu ada semenjak bangsa ini deklarasikan negara.
Dalam UU Kepolisian Negara nomor 2 tahun 2002 Pasal 2, telah dijabarkan fungsi kepolisiaan secara detail. Salah satunya, sebagai pelayanan masyarakat. Kiranya, selama ini, makna ini belum diperhatikan dengan seksama oleh publik. Kalau pun terjadi, kita masih terjebak dalam idiom mark up popularitas.
Nah, pengabdian demi bumi pertiwi sebenarnya sudah banyak diberitakan, namun terkesan angin lalu. So, di tanggal terbentuknya ini, saya akan menguraikan sosok prajurit seragam coklat yang sedang bertugas di Ambon Manise.
Who is this? Saya pernah berjumpa sebelumnya dengan beliau di salah satu rumah kopi di Ambon dalam acara galang dana untuk taman baca. Tak sempat ngobrol banyak dan tukaran nomor hp, karena saya terburu-buru pulang.
But, it's not that last. Hujan yang mengguyur Ambon pasca Ramadhan tak pulang-pulang ke peraduannya. Ketidakstabilan cuaca itu menimbulkan aktivitas warga kota lumpuh. BMKG dan BNPB daerah telah mengeluarkan rilis siaga bencana. Beberapa daerah perkotaan terpaksa rela tanahnya ambruk dan dialiri material banjir.
Hujan yang tak pulas tidur terus melakukan aksinya. Di saat genting itu, muncullah kepedulian tinggi dari mereka yang tak pernah sekali pun meminta upah.
Ya. Sebut saja, komandan Polsek Teluk Ambon, Ipda Julkisno Kaisupy dan anak buahnya yang turut serta membantu evakuasi Ranmor di jalan perbatasan Desa Laha dan Hatu (29/06) lalu. Gambar itu diambil dari facebook Laipposse Dari Molukken.
Jika dilihat dari marga, beliau adalah anak asli Maluku yang berasal dari Seram, tepatnya Negeri Iha-Luhu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Belum banyak yang saya tau tentang identitas beliau. Namun, lokasi tugasnya telah menjadi rumah istimewa baginya untuk menggalakkan nilai-nilai empati kepada seluruh masyarakat di bawah kendali tangan kekuasaannya.
Kepedulian mereka ialah sebuah bahasa kemanusiaan. Citra orang Maluku, hidup basudara telah mengakar dalam viliabilitas kehidupan. Menyimak aksi-aksi heroik beliau, mengingatkan kita pada kisah AKBP Untung Sangaji dalam aksi penyanderaan teroris dua tahun lalu saat teror bom Sarinah.
Dua sosok candradimuka abdi negara asal Maluku ini perlu menjadi bahan akal sehat kita, bahwa masih banyak prajurit yang patriotik demi menyelamatkan nama baik negara.
Mereka telah berhasil melanjutkan kesan Mantan Kapolri (1968-1971) Jenderal Pol. (Purn.) Hoegeng Imam Santoso atas kiprah Raden Sukanto (Kapolri Pertama RI):"Pak Kanto orang yang patut dicontohi. Dia meletakkan jiwa kepolisian, polisi harus jujur dan mengabdi kepada masyarakat. Tanpa Pak Kanto, polisi sudah berantakan.Â
Di zaman Jepang, Pak Kanto yang jadi instruktur sudah mendidik kami dengan jiwa keIndonesiaan. Saya ingat, Pak Kanto pernah marah kepada saya. Tanpa kemarahan Pak Kanto, saya tidak begini.... "
Akhirnya, saya ucapkan selamat Hari Bhayangkara ke-72. Citra "Kemanusian" Kepolisian bukan iklan.Â
Ambon, 1 Juli 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H