"Banyak baca. Banyak baca kita akan tau banyak hal. Sekarang sarana baca sudah banyak. Baik lewat media sosial, perpustakaan keliling, rumah baca dsj. Budaya baca akan melahirkan ribuan kosakata. Seumpama mobil, kosakata ialah bensinnya. Bagaimana mungkin, mobil mau jalan tanpa bensin. Lalu, apa jadinya mau nulis tanpa pembendaharaan kosakata yang baik. Ungkapan lain, menulis adalah proses memanggil kata untuk bersatu frase. Selanjutnya, menulislah sesuai minat. Anda punya minat menulis apa? Kalau senang menulis aspek wisata atau budaya, ya tulis aja itu. Intinya jangan memberatkan diri dengan menulis. Menulis itu buat bahagia bukan buat susah. Terakhir, fokus. Tanpa hal ini, semua orang akan gagal."
Tukaran ide yang begitu dingin membuat diskusi tersebut melalang buana kemana-kemana. Ada dua hal yang ketika bertemu orang lain yaitu salam dan bersilaturahim. Keduanya tak boleh dianggap sepele.
Pengalaman berjumpa dengan orang-orang sukses juga perlu diabadikan, apalagi dalam dunia era digital, kan di Facebook contohnya setiap tahun ada iklan perayaan pertemanan. Nah, foto-memfoto telah tertradisi. So, hal itu pun berlanjut hingga foto ini terbentuk. Ini semua cerita berepisode.
Masih banyak yang perlu ditanyajawabkan. Namun, jam malam telah memanggil. Terima kasih sudah membaca keseluruhan alur kisah ini tanpa wejangan kopi hitam dan pisang lumpur coklat. Ini bukan hitam putih.
"Satu kata tentang FLP?"
"MENULISLAH," kata pria asli Sumatera ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H