Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Qadarullah, Aku Memilihmu Ukhty

13 Juni 2017   17:01 Diperbarui: 14 Juni 2017   20:57 1355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesungguhnya wanita adalah belahan yang tidak terpisahkan dari lelaki( HR. Ahmad & Al Baihaqi)

Setiap manusia dilahirkan dengan cinta. Cinta adalah pandangan abstrak. Tak ada ahli yang bisa mendefinisikan kata itu dengan pasti. Sebab cinta hadir dalam gejala sosial. Dinamis.

Hadits di atas mengisyaratkan kepada manusia, takdir berpasangan itu tetap terjadi. Terjadi. Kita tidak boleh bertanya kapan. Tetap terjadi. Disini perlu konsep kesabaran dalam menentukan sikap. Setiap penciptaan ada pasangannya. Siang dan malam, satu permisalannya.

Ketika seseorang telah mengatakan "kata" itu kepada pilihan hatinya. Dia harus bertanggung jawablah atasnya. Siap berdiri dalam keadaan susah dan senang. Karena telah bersedia memilih.

Sebagai manusia, kita tidak boleh pandai menulis puisi cinta di atas khayalan kosong. Tunggu saja pertemuan cinta itu, disaat itulah puas-puaslah menulis kata cinta. Karena disitu, cinta dibangun.

Cinta bisa menjadi sebuah berkah dan kebenciaan. Tergantung siapa yang pemiliknya. Banyak yang jatuh karena fenomena cinta. Bahkan bunuh diri. Tak ayal, aqidah dijual di dukun karena ingin menentukan jodohnya.

Cinta adalah panggilan belahan jiwa kata Anis Mata. Dalam bukunya serial cinta halaman 37-38 ada kutipan syair Jalaludin Rumi: "kebijaksanaan illahi adalah takdir dan suratan nasib yang membuat kita saling mencintai satu sama lain. Karena takdir itulah setiap bagian dari dunia ini bertemu dengan pasangannya. Dalam pandangan orang-orang bijak langit adalah laki-laki dan bumi adalah perempuan; bumi memupuk apa yang telah dijatuhkan oleh langit.

Lanjut Rumi," jika bumi kekurangan panas maka langit mengirimkan panas kepadanya, jika bumi kehilangan kesegaran dan kelembaban, langit segera memulihkannya. Langit memanyungi bumi layaknya seorang suami yang menafkahi istrinya; dan bumi pun sibuk dengan urusan rumah tangga; ia melahirkan dan menyusui segala yang telah ia lahirkan.

Sementara sebagai orang-orang beriman, kepercayaan terhadap takdir merupakan sebuah bentuk soal keimanan sebagaimana diajari kita untuk mengimani qadha dan qadhar. Dan jodoh, cinta menyatu merupakan implementasi keimanan itu.

Kendatipun cinta dirasa sulit merasai, kita tidak boleh terjebak dalam ketidaksempurnaan manusia. Cinta itu harus dijaga. Ikatlah dia sekuat mengikat tali kuda. Sehingga ketika diberikan pula kepada yang berhak, manakala cinta itu masih utuh dan murni.

Tak ayal, sebagai manusia perasaan luapan cinta kadang menjadi sumber fitnah. Padahal, sesungguhnya cinta itu adalah ruh jiwa. Tidak ada yang boleh menyalahkan rasa cinta seseorang kepada seseorang yang lain.

Barangkali kita memang tidak perlu definisi dalam mengartikan cinta. Toh, kita juga tidak butuh penjelasan untuk dapat merasakan teriknya matahari. Kita hanya perlu tau cara kerjanya. Disanalah: karena-kemudian- semua keajaiban terjawab disana (Anis Matta, 4: 2012)

Insya Allah, sebab cinta yang bermuara padaNya, akan mendapatkab berkah. Walau memang ada saja tragedi kemanusiaan atas nama cinta, seperti kisah Zainudin dan Hayati dalam Tenggelamnya Kapal Van der Wijk. Dalam kisah tersebut, kita tidak boleh membuat sebuah apologize. Toh, kisah cinta yang paling mulia adalah kisah Fatimah dan Ali ra. Jika ada yang paling mulia kisahnya, kenapa tidak mencontohinya. Walaupun mati cinta. Yang terpenting cinta itu terjaga definisinya. Itulah cinta misi. Cinta jiwa. Yang bias dari penghambaan makhluk.

Insya Allah cinta yang terlahir secara ilahiriyah, bukan atas dasar kesubjektifan terhadap kekagumanan objek akan menghantarkan kepada rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warrahmah. Walaupun, ada sekelumit apapun airmata dan rasa berpadu dalam rasa menduga-duga.

Begitulah aku memilihmu. Seperti Iqbal berkata dalam Javid Namah:

"Pengetahun bersemanyam dalam pikiran,

Tempat cinta ialah hati yang sadar-jaga,

Selama pengetahuan yang tak sedikit juga mengandung cinta,

Adalah itu hanya permainan sulap si Samiri,

Pengetahuan tanpa Ruh Kudus hanya penyihiran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun