“Kenapa kamu tulis seperti itu?”
“Barang beta benci Allah”. (dengan logat daerahnya)
“Emang kenapa?”
“Beta rasa, Allah seng ada.”
“Kenapa bicara begitu?”
“Abis, su satu bulan ini, beta berdoa par Allah, Allah seng kabulkan”
“Nak, memang apa doamu?”
“Beta doa, Ya Allah. Rubah beta pung muka deng mata”
Aku terperanjat. Menjaga darahku kembali. Menuntun dia lagi.
“Kenapa kamu berdoa begitu?”
“Kalau beta nae oto, atau bajalang, orang-orang suka lia-lia beta muka. Kayak mau hina-hina beta”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!