Apalagi kedua partai ini telah menelurkan tokoh-tokoh yang punya jati diri sebagai politisi sejati di daerah ini. PDIP ada Edwin A. Huwae, Karel A. Ralahalu, di PKS ada Said Muzakir Assegaf, Fahri H. Alkatiri, Suhfi Majid dll. Tokoh-tokoh ini lahir dari rahim kaderisasi partai secara bertahap.
Mengikuti proses, bukan kutu loncat. Sehingga dengan kesolidan partai, kekokohan basis, dan keterkenalan di level elit. Tak ada yang tak mungkin, bahwa kedua partai ini sebenarnya punya keinginan yang sama, berbuat bersama, berjuang untuk kesejahteran dan keadilan masyarakat.
Hanya saja kedua partai ini belum “bisa bertemu”. Tapi sudah saatnya kedua partai ini membuat sejarah di negeri ini dengan menjadi jembatan merah putih bagi masyarakat di Nusa Ina lewat pilkada serentak jilid II. Ini adalah kekuatan. Kekuatan nurani rakyat yang berdasar atas nama cinta. Sebab cintalah yang memberikan kebangkitan dan kekuatan.
Bukan saling melemahkan. Negeri gandong ini menanti tangan dinginmu. Nunu oli, nunu seli, nunu karipatu, patue karinunu,” kata Pattimura saat di depan tiang gantung; tahun 1817. Sudah saatnya barenti keku. Mari tarik palungku. Lalu bataria Maluku Maju. Salam Perjuangan dan Keadilan.
Oleh M. Nasir Pariusamahu, Sekjen Moluccas Democracy ForuM