Bulan Ramadhan merupakan bulan penuh berkah dan setiap ibadah yang dilakukan memiliki nilai yang tinggi dihadapan Allah SWT. Tidur-pun dalam bulan ramadhan dicatat oleh Allah sebagai ibadah.
Allah telah memberikan 12 bulan dalam setahun, satu bulan diantaranya merupakan bulan ramadhan. Idealnya, dalam bulan ramadhan ummat islam fokus mengerjakan ibadah (tanpa) disibukan dengan aktifitas lain. Artinya, sebelas bulan (sebelum) ramadhan digunakan untuk mengumpul pundi ekonomi, sehingga dibulan ramadhan tidak disibukan dengan pekerjaan.
Namun fakta yang terjadi, bulan ramadhan sebagai peluang dan kesempatan untuk aktifitas ekonomi, misalnya berdagang (musiman). Banyak warga yang berjualan di bulan ramadhan, mulai dari aneka jenis minuman dan makanan sebagai bahan bukaan.
Di Banda Aceh misalnya, hampir sepanjang badan jalan ketika sore hari dipenuhi meja dan rak minum dan makanan. Harganya pun berkisar antara 1000 rupiah -- 20 ribuan.
Yang menjadi persoalan kemudian, sejauh mana kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh dalam mengelola meningkatnya volume sampah selama bulan ramadhan?
Volume sampah terus meningkat di tempat pembuangan akhir (TPA) Kota Banda Aceh hingga mencapai 93.506 ton pada tahun 2023. Meningkat dibandingkan tahun 2022 yang hanya 90.174 ton. Untuk tahun 2023 rata-rata sampah yang masuk per hari 256 ton. Bagaimana dengan bulan ramadhan, berapa volume sampah meningkat? Apa upaya yang dilakukan untuk menekan volume tersebut?
Tidak terdengar ada sosialisasi atau semacam himbauan sebelum tiba bulan ramadhan dalam upaya pengendalian sampah di bulan puasa. Misalnya ada himbauan untuk menggunakan bahan yang ramah lingkungan oleh setiap pedagang, atau mengurangi penggunaan bahan plastik, atau ada kebijakan khusus terkait pengelolaan sampah rumah tangga selama bulan ramadhan.
Kondisi dilapangan, hampir semua barang dagangan dalam bulan ramadhan menggunakan bahan plastik, setidaknya menggunakan bungkusan berbahan plastik. Mulai dari kantong plastik, dan botol plastik sekali pakai.
Setidaknya ada upaya untuk menekan laju penggunakan bahan tidak ramah lingkungan sehingga lingkungan kota Banda Aceh tetap sehat dan bersih.
Tentunya butuh kerja ekstra dan kerja kolaborasi semua pihak untuk melakukan edukasi kepada semua masyarakat di Banda Aceh. Karena tidak cukup melahirkan rentetan kebijakan, jika kebijakan tersebut tidak terimplementasi dan tidak diketahui oleh masyarakat. Edukasi dapat dilakukan melalui memperbanyak alat/media sosialisasi dilapangan yang mudah diakses dan diketahui oleh masyarakat.
Tidak ada salahnya kerja kolaborasi melibatkan pemerintahan gampong. Karena pemerintahan gampong dan organisasi masyarakat sipil dan komunitas pecinta lingkungan. PR terbesar adalah bagaimana pengetahuan tersebut dapat sampai ketingkat tapak. Selain itu, Pemerintah Kota Banda Aceh juga harus berbenar dalam hal pemenuhan infrastruktur sampah, termasuk pemenuhan armada sampah yang cukup sehingga kegiatan pengangkutan sampah dapat dilakukan secara maksimal.
Meskipun hampir setiap tahun Kota Banda Aceh mendapatkan anugerah Adipura, namun persoalan sampah ditingkat tapak masih menjadi persoalan serius yang harus segera ditangani. Misalnya belum semua masyarakat sadar akan mendaur ulang sampah, composting, atau menggunakan bahan yang ramah lingkungan.
Tidak hanya cukup mengandalkan beberapa gampong yang menjadi sampel dalam penilaian Adipura. Cerita sukses gampong sampel harus dibagikan kepada gampong lain, sehingga apa yang menjadi indikator penilaian Adipura dapat diterapkan oleh gampong -- gampong lain secara mandiri.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H