Mohon tunggu...
M. Nasir
M. Nasir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Lingkungan Hidup

Hak Atas Lingkungan merupakan Hak Asasi Manusia. Tidak ada alasan pembenaran untuk merampas/menghilangkan/mengurangi hak tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cara Mengelola Asap Rokok Dalam Keramaian

2 Desember 2023   13:34 Diperbarui: 11 Desember 2023   12:52 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara tidak mampu menghentikan industri tembakau. Saat ini hanya mampu menyediakan instrumen pengelolaannya, melalui penetapan beberapa regulasi untuk mengantisipasi dampak negatif dari rokok.

Pendapatan Negara masih ketergantungan dengan cukai. Lihat saja, Penerimaan cukai pada 2022 tercatat Rp 226,88 triliun atau naik 109% dibandingkan 10 tahun sebelumnya (cnbc indonesia).

Artinya, bagaimanapun kampanye anti rokok oleh berbagai komunitas dan program di tanah air, nyatanya rokok tidak mampu dihentikan.

Tembakau merupakan komoditas pertanian yang bernilai ekspor. Berdasarkan laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), China merupakan produsen tembakau non manufaktur terbesar di dunia. Diperkirakan, nilainya tumbuh sebesar 2,1 juta metrik ton pada tahun 2021. Diikuti oleh India dan Brazil dengan total produksi tembakau masing-masing 0,75 juta metrik ton dan 0,74 juta metrik ton.

Sementara, Indonesia berada di peringkat keempat dalam daftar negara produsen utama tembakau dengan total produksi mencapai 0,23 juta metrik ton pada 2021. Selain menjadi produsen, Indonesia ternyata juga merupakan negara dengan tingkat prevalensi merokok tertinggi di dunia.

Mengutip Statista, angkanya bahkan mencapai 63% pada jenis kelamin laki-laki di tahun 2023. Sementara, tingkat merokok di kalangan perempuan secara nasional termasuk yang terendah di dunia, yaitu hanya sebesar 2,2%.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan prevalensi merokok secara global sebesar 36,7% untuk laki-laki dan 7,8% pada perempuan pada tahun 2020. Lebih lanjut, WHO juga mengungkap tingginya jumlah perokok laki-laki disebabkan oleh adanya stigma yang sering dikaitkan dengan maskulinitas dan status sosial.

Sementara itu, pada negara-negara dengan tingkat kesenjangan gender yang lebih rendah, seperti Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat tercatat memiliki tingkat prevalensi merokok yang cukup seimbang pada kalangan perempuan dan laki-laki.

Adapun, tembakau menjadi salah satu komoditi unggulan tanah air pada sektor pertanian. Menurut data dari Kementerian Pertanian (Kementan), luas ladang tembakau di Indonesia mencapai 236.687 Hektare (Ha) pada tahun 2021 (goodstat).

Apa dampak rokok terhadap lingkungan? Menurut dr. Bagas Suryo Bintoro, Ph.D dari Universitas Gajah Mada, asap rokok yang baru mati dari asbak saja telah mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung bahan pengiritasi mata dan pernapasan. Rumus sederhananya yaitu, semakin pendek rokok yang dihembus ke udara maka semakin tinggi kadar racun yang siap melayang ke udara. Asap, debu dan puntung rokok juga memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan. Asap rokok yang dihembuskan perokok pasif bisa bertahan selama dua sampai tiga jam dalam ruangan. Meski kelihatannya asap telah hilang namun pada kenyataan asap rokok tersebut tetap ada bahkan bisa menempel pada benda-benda.

Kenapa orang tidak bisa berhenti merokok? Dikutip dari Aladokter, Banyak orang yang tidak kunjung berhenti merokok karena berpegangan kepada asumsi-asumsi yang belum tentu benar. Ada beberapa mitos yang dipercayai;
1. Berhenti merokok bisa menyebabkan tubuh sakit
2. Saya telah merokok sekian lama sehingga terlambat untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi
3. Risiko merokok akan menurun dengan beralih ke produk rokok berlabel "mild" atau "light"
4. Saya sudah melakukan kebiasaan-kebiasaan menyehatkan lainnya yang dapat mengurangi akibat yang ditimbulkan dari merokok
5. Merokok tidak akan membahayakan siapapun selain diri si perokok.

Berbagai hasil penelitian akademik dan rumusan regulasi dari Nasional sampai daerah, telah cukup tersedia untuk menghentikan persoalan di atas. Namun faktanya kita baru bisa lihat orang tanpa rokok ketika kita sedang tidur. Tidurpun tidak bisa menjadi jaminan, karena terkadang dalam mimpi pun ikut berjumpa dengan perokok.

Berdasarkan fakta hasil amatan di lapangan, pertama: rokok cukup mudah didapatkan, keluar dari pintu pagar penjual rokok dapat dengan mudah ditemukan. Setidaknya, bisa langsung berjumpa dengan tetangga yang sedang duduk diteras sambil ngopi dan menawarkan rokok.

Kedua, kampanye anti rokok kalah dengan iklan rokok. Lihat saja baik di televisi maupun media lainnya, iklan rokok didesain dengan konten yang cukup kreatif. Termasuk narasi iklan yang terpajang di berbagai papan reklame.

Ketiga, awal mula lahir generasi perokok karena anggota keluarganya merupakan perokok. Meskipun anak tidak langsung mencoba rokok di usianya, setidaknya saban hari anak bisa mengenal jenis rokok, bagaimana menghisap rokok, dan tahu harga rokok. Sering kita lihat, bungkus rokok menjadi bahan permainan anak-anak yang mereka sendiri memberi nilai bungkus itu berdasarkan tingkat kesulitan dan kelangkaan cara mendapatkannya.

Keempat, rokok dianggap sebagai energi dan pengikat pertemanan. Bagi pekerjaan keras, sering begadang, dan kehidupannya dalam keramaian rokok merupakan energi bagi mereka. Tanpa rokok tidak bisa bekerja, tanpa rokok tidak bisa berpikir, dan terkadang sanggup tahan lapar tapi tak sanggup tahan rokok. Di kampung - kampung, ketika ada pesta misalnya, pemilik hajatan secara khusus menyiapkan anggaran untuk rokok bagi anak-anak muda. Tanpa itu, maka hajatan pesta tidak berjalan lancar karena anak-anak muda meninggalkannya.

Lalu bagaimana cara berhenti merokok? Berdasarkan pengalaman pribadi, cara berhenti merokok ya dengan cara tidak merokok! Awalnya, ketika mau menikah, saya bersama calon istri membuat semacam MoU, bahwa dalam membangun mahligai rumah tangga nantinya jangan pernah meminta saya untuk meninggalkan caffeine dan nikotin. Artinya, istri tidak boleh larang saya minum kopi dan merokok, calon istriku sepakat! Akhirnya saya menikah di 2 Juli 2009.

Pada tahun 2018, sekitar setengah jam sebelum subuh saya terbangun tiba-tiba dari tidur. Terduduk dan tidak bisa bernafas, lebih kurang seperti orang yang terserang sesak. Sedangkan saya tidak punya riwayat sesak atau sakit jantung. Badan terasa kaku, ingin membangunkan istri namun tidak bisa. Kemudian tersirat dalam hati, jika saya diberikan umur panjang, maka mulai pagi nanti saya berusaha berhenti merokok. Karena bagi saya, hanya itu yang menjadi masalah jika dihubungkan dengan kondisi yang sedang saya alami. Kemudian, secara perlahan kondisi membaik, saya berwudhu dan melangkah ke mesjid untuk shalat subuh.

Sekitar tiga bulan kemudian dari kejadian itu, istri bertanya, bang kenapa rokok di atas lemari buku tidak di ambil? Jawab saya, Abang sejak tiga bulan lalu berhenti merokok, dan tolong simpan rokok itu sebagai kenang kenangan.

Meskipun kami punya MoU terkait rokok, namun selama berkeluarga saya tidak pernah merokok dalam rumah, lokasi merokok saya di teras atau luar rumah bersama rekan-rekan.

Selama berhenti merokok, saya merasa naik berat badan. Akhirnya saya ambil program fitness untuk menjaga berat badan. Sudah pasti dan bukan mitos, selama berhenti merokok nafsu makan bertambah. Selama itu pula banyak sekali ocehan atau bully saya dapatkan dari rekan-rekan "seperjuangan" merokok masa lalu. Saat mereka tahu saya berhenti merokok, ada yang bilang hoax, mulai hidup hemat, semoga cepat kaya, dan terkadang terasing dalam diskusi.

Dalam fase tanpa rokok, mampu mempengaruhi pimpinan Dayah untuk membuat larangan "Tanpa Rokok" dalam lingkungan Dayah tersebut, dan aturan tersebut masih berlaku sampai hari ini. Bagi yang melanggarnya maka diberikan sanksi untuk mengambil batu di sungai sebanyak 200 butir. Tentunya tidak sekali kutip, tapi harus dilakukan sebanyak dua ratus kali kutip, dengan jarak sungai dengan Dayah sekitar 50 meter.

Sekitar akhir tahun 2020, saya mendapatkan tugas untuk melakukan pemetaan hutan desa di salah satu kampung di Bener Meriah, Aceh. Kegiatan pemetaan tersebut turut didampingi oleh beberapa warga dari kampung setempat. Sekitar lima malam kami harus menginap di hutan dataran tinggi Gayo. Semua anggota tim adalah perokok, jenis rokok yang dibawah pun beragam. Salah seorang warga membawa tembakau hijau Gayo. Tiga malam di hutan saya sanggup tahan tanpa rokok, meksipun anggota tim terus merayu saya untuk mencoba rokok.

Namun dimalam ketiga ternyata saya kalah, saya terpaksa merokok kembali. Ditengah cuaca yang cukup dingin, saya coba linting tembakau hijau Gayo. Aromanya bagaikan kita menghisap ganja. Semua anggota tim tertawa terbahak-bahak ketika mereka lihat saya linting tembakau hijau, bahagia betul mereka.

Sejak malam itu sampai berakhir kegiatan di hutan saya terus linting tembakau hijau, pada akhirnya ketika kami pulang dan turun ke kampung saya terpaksa mencari kembali kios untuk beli rokok, sampai sekarang.

Beberapa bulan kemudian, ketika istri mengambil dokumen dalam tas laptop, ditemukan bungkus rokok didalamnya. Istri hanya senyum sambil menampakan bungkus rokok. Saya pun hanya bisa tarik nafas panjang sambil tersenyum.

Saya perokok, namun saya berusaha mengkampanyekan bagaimana cara mengelola dampak rokok. Hal sederhana yang saya lakukan sampai sekarang adalah membawa asbak portabel. Asbak portabel saya buat dari botol obat batuk ukuran kecil, dan saya buat gantungan dari tali rajut gelang. Sehingga terlihat keren dan menarik saat ditaruh di atas meja. Karena tidak semua lokasi atau tempat yang saya singgah tersedia asbak, sehingga limbah rokok mulai dari puntung dan debu tidak mencemari tempat nongkrong. Jadi puntung rokok selesai di hisap dapat langsung dimasukkan dalam botol asbak dan menutup botolnya, sehingga asap dari puntung rokok tidak menggangu orang lain.

Asbak tersebut juga berfungsi untuk mengelola Asap rokok sehingga tidak menggumpal. Jadi, kemanapun saya pergi asbak tersebut saya bawa. Melihat apa yang saya lakukan, beberapa rekan ikut melakukan hal yang sama.

Itulah cerita bagaimana mengelola limbah rokok, termasuk asap. Merokok tetap perbuatan tidak baik. Bagi anda yang mampu berhenti maka berhentilah. Saya pernah berhenti merokok sekitar dua tahun sejak saya mulai merokok di usia SMP, dan sekarang saya masih sebagai perokok aktif. Menulis artikel inipun sambil merokok dan ditemani segelas kopi. Yang pasti, ketika saya mengunjungi Dayah Babul Mukarramah di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya , Aceh, saya harus merokok diluar pagar daripada harus mengambil 200 butir batu.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun