Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah gerakan separatisme bersenjata di Aceh yang lahir dari rasa kecewa kepada pemerintah. Kemunculan Gerakan Aceh Merdeka terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan tujuan memisahkan diri dari NKRI.Â
Gerakan Aceh Merdeka dipimpin oleh Tengku Hasan Di Tiro atau dikenal dengan Hasan Tiro melalui pernyataan yang dilakukan di perbukitan Halimon, Kabupaten Pidie.Â
Dalam catatan sejarah, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) lahir pada tanggal 4 Desember 1976 dengan menyerukan perlawanan kepada pemerintah Republik Indonesia (Kompas.Com).
Perlawanan GAM kepada pemerintah Republik Indonesia selama puluhan tahun berhasil mendapatkan perhatian dunia internasional. Hingga pada 15 Agustus 2005 terjadi penandatanganan damai antara GAM dengan Pemerintah Republik Indonesia di Helsinki, Finlandia. Yang kemudian dikenal dengan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.
Artinya, hingga 2023 telah berusia 18 tahun damai Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selama 18 tahun tersebut, apa yang telah didapatkan oleh Aceh, apakah semua butir kesepakatan damai telah terlaksanakan, dan bagaimana nasib para pejuang atau mantan GAM saat ini? Pastinya semua pertanyaan tersebut akan dijawab dalam artikel yang lain. Namun, secara umum sudah pernah saya tuliskan dalam artikel sebelumnya yang berjudul "Butuh Jalan Baru Pemulihan Ekonomi Aceh".
Konflik Aceh telah usai, pihak yang dulunya dianggap sebagai lawan sekarang telah menjadi teman. Pertanyaan kemudian, paska damai isu apa yang layak "dijual" di dunia internasional?
Pilihannya hanya satu, yaitu Ekoturisme. Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran dan pendidikan (Wikipedia)
Trend wisata dunia saat ini lebih ke ekowisata. Banyak turis mancanegara berkeliling dunia hanya untuk menikmati alam. Aceh memiliki semua potensi itu. Luas hutan Aceh mencapai 3,5 juta hektar, atau sekitar 60% lebih dari luas daratan Aceh.
Hutan Aceh tersebut terbagi dalam beberapa fungsi kawasan, yaitu Hutan Konservasi, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi. Hutan konservasi memiliki Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Tahura, dan Taman Buru. Kemudian sebagai kawasan penyangga ditetapkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 2,6 juta hektar, yang mana KEL juga telah diakui sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO.