Lagi-lagi dunia hukum di negeri ini dihebohkan oleh kasus tidak masuk akal, yaitu Seorang penyandang disabilitas menjadi tersangka tindak asusila pelecehan seksual atau perkosaan terhadap seorang mahasiswi. I Wayan Agus Suartama alias Iwas alias Agus Buntung. Agus yang tidak memiliki dua tangan dituduh memperkosa seorang mahasiswi, bahkan dalam perkembangannya konon ada beberapa wanita lagi yang menjadi korbannya.
Bagi masyarakat kebanyakan, tentu saja kasus ini terdengar membingungkan. Bagaimana bisa seorang lelaki dengan keterbatasan fisik demikian mampu memperkosa seorang wanita yang seharusnya sangat mampu melawan atau menghindar. Bila benar kronologi kejadian yang tersebar di berbagai media massa, ada beberapa kejanggalan yang sampai saat ini belum terjawab.
Tidak Saling Kenal
Kejanggalan pertama terletak pada awal terjadinya kasus ini. Berdasarkan kronologi yang tersebar di media massa, kejadian ini bermula dari Agus yang meminta tolong korban untuk diantar ke kampus. Meski tidak saling kenal, korban bersedia membonceng Agus masuk ke area kampus.
Kejanggalan berikutnya, setelah mengantar masuk ke area kampus, keduanya hanya berputar-putar di Islamic Center, kemudian sang mahasiswi mengarahkan kendaraan menuju ke sebuah penginapan di luar kampus. Tidak jelas, bagaimana bisa wanita yang baru bertemu seorang lelaki disabilitas mengarahkan kendaraan ke penginapan (home stay), yang sudah pasti dapat ditebak apa yang akan terjadi di tempat semacam itu.
Peristiwa di Homestay
Kejanggalan berikutnya, setelah sampai di sebuah penginapan (home stay), sang mahasiswi membayar sewa kamar seharga lima puluh ribu rupiah, karena Agus tidak punya uang. Keduanya masuk kamar dan dikunci oleh sang wanita. Sang wanita yang melepas pakaiannya sendiri dan pakaian Agus lalu melakukan hubungan suami-istri.
Berdasarkan penuturan Agus, sebelum terjadinya persetubuhan, korbanlah yang melepaskan pakaiannya sebelum melepas pakaian korban sendiri. Korban pula yang memakaikan pakaian Agus usai keduanya berhubungan suami-istri.
Kronologi seperti ini memperlihatkan bahwa peristiwa itu terjadi atas kehendak sang korban sendiri. Menjadi pertanyaan besar, bagaimana bisa seorang mahasiswi yang atas kehendaknya sendiri melakukan semua itu bersama lelaki disabilitas yang baru dikenal?
Apalagi setelah kejadian itu, sang wanita membonceng Agus kembali ke kampus dan bertemu beberapa orang, teman korban. Mereka saling foto dan terkesan tidak ada apa-apa di antara mereka, tetapi tidak lama berselang muncul tuduhan perkosaan atau pelecehan seksial.
Tuduhan Perkosaan
Bagi masyarakat jelas tuduhan ini sangat membingungkan, mengingat perkosaan dan pelecehan identik dengan tindak pemaksaan oleh seseorang yang lebih berdaya atas orang yang tidak berdaya. Sementara itu kondisi Agus tidak memungkinkannya melakukan pemaksaan. Kronologi yang dituturkan Agus dengan begitu lancar sama sekali tidak memperlihatkan adanya unsur pemaksaan, kalaupun benar terjadi hubungan terlarang sudah pasti melibatkan pihak wanita yang membantu Agus melepas dan memakai pakaiannya serta terjadinya hubungan intim.
Bila itu yang terjadi berarti yang tejadi bukanlah perkosaan oleh Agus, melainkan oleh sang Mahasiswi. Setidaknya, peristiwa itu dapat dikategorikan persetubuhan atas dasar suka sama suka. Masalahnya, bagaimana bisa seorang mahasiswi melakukan itu semua dengan seorang lelaki disabilitas?
Kalaupun semua itu terjadi akibat rayuan gombal Agus, perempuan seperti apa yang begitu mudahnya luluh sampai membiarkan lelaki penyandang disabilitas yang baru dikenal memperdaya dirinya? Mungkinkan tuduhan terhadap Agus dikaitkan dengan gendam, hipnotis, mistis atau hal-hal tidak masuk akal lainnya?
Penutup
Banyak sekali kejanggalan dalam kasus ini, bukan hanya karena Agus seorang disabilitas yang dituduh melakukan memperkosa atau melakukan pelecehan seksual terhadap seorang wanita normal, melainkan rangkaian atau kronologi peristiwanya sendiri penuh dengan hal-hal janggal. Tampaknya kejanggalan-kejanggalan ini terjadi karena masih banyak misteri yang belum terungkap dari kasus ini.
Sampai saat ini belum ada satu pihakpun yang mampu memberikan penjelasan yang masuk akal atas kasus ini. Tinggal bagaimana “drama” di pengadilan akan mampu mengungkap kasus ini agar menjadi terang-benderang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H