Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Manuver Aneh Kubu 02

25 April 2019   00:30 Diperbarui: 25 April 2019   00:35 2297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kertas Suara - makassar.tribunnews.com

 Manuver politik capres-cawapres nomor 02 menarik perhatian publik, bahkan jauh hari sebelum Pemilu diselenggarakan sampai hasil quick count diumumkan. Seperti mengulang drama Pilpres 2014, kubu 02 dan pendukungnya sudah membangun opini dengan logika yang terbalik-balik jauh hari sebelum pilpres dilaksanakan. Putaran kampanye calon presiden bahkan dibuka dengan kasus hoax fenomenal Ratna Sarumpaet, yang disusul berbagai hoax lain yang biasa menjadi andalan pendukungnya.

Selesainya momen pemungutan suara, yang seharusnya tinggal menjadi masa-masa menunggu hasil akhir pemilu, ternyata tidak mengakhiri manuver kubu 02. Berbagai manuver aneh dilakukan hingga memunculkan kegaduhan dan segudang tanya tentang apa yang mereka mau. Secara garis besar, manuver-manuver tersebut dapat dipilahkan sebagai berikut.

1.   Menolak Quick Count

Seperti halnya dua pilpres sebelumnya serta pemilu di berbagai negara modern, hasil quick count berbagai lembaga independen hampir selalu menjadi indikator pemenang perhelatan pemilihan capres-cawapres maupun pilkada, meski keputusan resmi ada di tangan KPU. Tetapi sebagaimana pilpres 2014, kubu nomor 02 begitu kebakaran jenggot dengan hasil quick count yang tidak memenangkan capres-cawapresnya. Dengan gegap-gempita mereka menolak, bahkan menuduh dan membangun opini bahwa quick count berbagai lembaga survey independen sebagai konspirasi pemerintah dan KPU dalam menggiring opini yang mempengaruhi hasil rekapitulasi KPU.

Pendukungnya yang berasal dari tokoh-tokoh berlatarbelakang akedemisi bahkan kehilangan rasionalitasnya, dengan menuntut peniadaan lembaga survey yang jelas-jelas memiliki basis metodologi ilmiah dan berlaku di negeri manapun. Mereka berusaha menghancurkan rasionalitas masyarakat, dan menggiring masyarakat untuk tidak mempercayai logika maupun data ilmiah apapun, dan hanya percaya pada suara para pemimpinnya.

Anehnya, meski menolak hasil quick count, tetapi data perolehan suara partai-partai pendukung dengan senang hati mengapresiasi hasil quick count yang memperkirakan mereka meraup kursi parlemen cukup besar. Mereka sudah menerapkan inkonsistensi, standar ganda, di mana hasil quick count calon legislatif diterima, tetapi hasil pilpres ditolak. Padahal rumitnya tabulasi menjadikan potensi kecurangan dan kesalahan data pileg jauh lebih besar dibanding tabulasi data pilpres yang hanya berisi dua calon.

2.   Klaim Kemenangan Sepihak

Yang paling lucu dari manuver kubu nomor 02 setelah pilpres adalah deklarasi kemenangan tiga kali sehari. Bukannya menenangkan publi pendukung yang tentu diliputi dengan kekecewaan, mereka malah berakting seolah memang tengah di ambang kemenangan dan mengajak para pendukungnya merayakan kemenangan semu. Bukannya menenangkan, mereka justeru mengeksploitasi kekecewaan para pendukungnya dengan halusinasi kemenangan, dan mereka tidak peduli bila hal itu sangat berbahaya bagi situasi sosial politik nasional. Tidak mengherankan bila kubu 01 akhirnya ikut-ikutan mendeklarasikan kemenangan sepihak, sebagai antisipasi terhadap penolakan hasil pemilu oleh kubu 02.

Ekspresi wajah Sandiaga Uno yang tidak terlihat secera biasanya sudah mengatakan terlalu banyak tentang bagaimana posisi mereka berdasarkan hasil pilpres. Penjelasan tim pemenangan yang berbeda-beda jelas memperlihatkan bahwa Sandiaga Uno tidak sepakat dengan keputusan provokatif itu, deklarasi kemenangan. Mungkin Sandiaga Uno memang benar-benar sakit seperti diekspose di berbagai media massa, tetapi sesakit apapun pasti mengalahkan haru biru kemenangan yang sesungguhnya.

3.  Menuduh KPU Curang

Sebagaimana disinyalir oleh banyak pihak, sejak beberapa waktu sebelum pemungutan suara, kubu 02 sudah berupaya mendelegitimasi lembaga pemilihan umum (KPU). Mereka berupaya membangun opini bahwa mereka tengah berada di tengah ketidakadilan politik yang memungkinkan mereka kalah dalam pilpres. Gelombang ketidakpercayaan terhadap KPU semakin besar ketika proses pemungutan suara benar-benar dilaksanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun