Mohon tunggu...
nasiliat
nasiliat Mohon Tunggu... Foto/Videografer - iseng menulis

bio apaan ya

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menyetroom Gundala Agar Lebih Perkasa

15 September 2019   13:59 Diperbarui: 16 September 2019   12:16 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bukan siapa-siapa, hanya rakyat yang kebetulan nonton Gundala. Sebelum menonton maupun menulis artikel ini, saya menghindari baca artikel ulasan tentang Gundala, supaya apa yang saya tulis tidak dipengaruhi olehnya. SPOILER ALERT dulu ya supaya tidak mengecewakan yang belum nonton. Kalau belum nonton, berhentilah di sini.

Alur Dadakan
Secara keseluruhan filmnya enak ditonton, hanya saja ada beberapa ganjalan. Jadi apa saja yang masih bisa diperbaiki di film Gundala? Langsung saja point paling bikin gemes adalah kemunculan Pevita yang dadakan macam tahu goreng. Oke, taruhlah itu memang cameo untuk film berikutnya, tapi kurang smooth broo ... apalagi mengganggu timeline superhero utama sebagai penyelamat.

Sebagai perbandingan di film superhero lainnya bikinan Holywood, kalau ada cameo, biasanya diberi alur cerita sedikit supaya kemunculannya tidak dadakan serta merta mengganggu panggung superhero utama. Ambil contoh Robin dan Cat Woman di The Dark Knight Return yang diberi sedikit cerita bagaimana mereka berdampingan membantu Batman, lalu baru muncul di bagian akhir acara. Bahkan Robin (Joseph Gordon Levitt) tidak dimunculkan dengan kostum di sana. Penonton dibuat mengira-ira dialah Robin, penerus Batman. Wonder Woman dalam Batman vs Superman juga ada sedikit ceritanya. Dari Batman menemukan foto WW di antara foto WW (World War) pertama, dilanjutkan dengan searching CCTV, lalu ketemu in person dalam acara yang berbeda. Baru kemudian mekar di puncak pertarungan.

Bisa saja kan Sri Asih ini dimunculkan intermittent sepanjang film. Saya membayangkan Sri Asih sudah mengamati Sancaka waktu kecil. Ada scene Sancaka mengunjungi makam bapaknya yang berada di tengah sawah. Sawah sekelilingnya kering, hanya seputar makam saja yang tumbuh padi tinggi karena Sri Asih titisan Dewi Sri -dewi kesuburan. Di samping itu juga secara implisit memperlihatkan bahwa Dewi Sri memihak kebenaran dengan menumbuhkan padi hanya di sekitar makam. Lalu waktu dewasa, mereka pernah bertemu tapi hanya lewat saja atau Sri Asih pernah muncul dalam mimpi Sancaka, ala-ala scene Knightmare-nya BvS sewaktu Batman mimpi bertemu Flash -karena Flash bisa menjelajah waktu dengan kecepatan supernya (teori relativitas) dan mimpi itu semacam berada di dimensi waktu yang berbeda. Sri Asih (tetap muda karena titisan Dewi) hadir lagi mengamati Sancaka dari kejauhan saat mengejar ambulan terakhir. Sancaka menyelesaikan sendiri masalah ambulan dengan idenya sendiri, bisa menggembosi ban ambulan pakai obeng yang dikikir aspal karena dia teknisi juga. Atau malah lebih heroik lagi, menyalip ambulan lalu menjatuhkan motor di depannya, ambulan terguling-guling karena tidak bisa ngerem mendadak. Jadi tidak ada acara Sri Asih menyetop ambulan tiba-tiba layaknya cegatan SIM.

gundala-kebakaran-5d7f15570d823035c45a9982.png
gundala-kebakaran-5d7f15570d823035c45a9982.png
Speed bump kedua adalah munculnya si pemain biola yang jadi antagonis sisipan tiba-tiba. Barangkali lebih alus kalau pemain biola ini memang sudah muncul dari awal, misal jadi anak kesayangan Pengkor, lalu punya keahlian atau kekuatan super mengeluarkan api, atau bikin konslet listrik - masalah umum yang sering dijadikan kambing hitam atas kebakaran pasar. Seputar kebakaran pasar ini bisa diangkat lagi karena memang banyak kasus di Indonesia, pasar mau dibongkar, tiba-tiba kebakaran. Taruhlah Si Pengkor ini memenangkan gugatan atas kepemilikan tanah pasar, jadi harus bikin trik untuk bisa mengusir pedagang kecil yang tidak mau digusur.

Dadakan yang ketiga adalah ketika Sancaka dikeroyok di pabrik. Okelah yang ini masih bisa dipahami karena para preman dendam setelah sebelumnya Sancaka bikin masalah.

Plot lain yang kurang pas adalah tentang hoaks yang dibangun seputar virus biologis penyebab amoral. Hey, ini rada canggung, lucu dan kurang bisa dipercaya. Barangkali sutradara memang ingin menyisipkan pesan bahwa moral dibangun di atas logika dan hati, dan sedikit menyinggung tentang LGBT. Tapi nggak harus begini 'kan? Biar saja virus pertama itu diisukan menyebabkan kecacatan janin, padahal cuma membuat asam lambung sedikit naik saja.

Lanjut dengan topik berikutnya yaitu mood. Sancaka kecil digambarkan awal-awal cukup suram secara visual. Ya ini mendukung ceritanya karena kisah hidupnya yang ditinggal kedua orang tuanya dan hidup di jalanan. Sampai di sini, masih bisa dimengerti. Hanya saja mood saat Sancaka dewasa tetap dibangun dengan visual suram. Ini kurang cocok dengan semangat taglinenya bahwa negeri ini butuh patriot.

Visual suram yang disajikan Gundala malahan cenderung mirip film hantu Indonesia banget, bisa-bisa kepleset dikit jadi horror. Pertama mimpi Sancaka tentang ayah-ibunya yang visualnya mirip kisah hantu, kedua penyanderaan dan kematian DPR muda lebih pas buat cerita thriller. Apalagi kemunculan penggalan kepala Sujiwo Tejo yang mistis dan horror bagi penonton anak-anak (KPAI mana nih!?). Bisa aja kan Sujiwo Tejo dimunculkan dengan dandanan "master shifu" yang rapi bukan a la dukun. Belum googling nih sebelumnya film apa saja yang pernah dibuat Pak Joko Anwar. 

Sekali lagi membandingkan film patriot Hollywood lainnya -Captain America, yang memang kisahnya mengandung jiwa dan nilai-nilai patriotisme Amerika, mostly tentang keberanian melawan kejahatan dan pengorbanan diri. Visual Capt jauh lebih ceria dari Gundala, sehingga after taste nya setelah menonton jadi lega, bersemangat. Mungkin Gundala mau meniru DC Comicsnya Zack Snyder yang gelap dan murung, tapi pada akhirnya diterminasi oleh DC sendiri dalam Justice League. Justice league ketika dipegang Josh Whedon mengalami perubahan visual. Josh mengubah warna-warna adegan (color grading) menjadi lebih ceria sembari memberikan polesan humor di sana-sini (what's your superpower, again?). Bisa digoogling artikelnya Snyder vs Whedon cut.

Sekalianlah tanggung, masalah superhero dan adegan shirtless. Buat Hollywood, ini adegan wajib. Film DC Marvel penuh referensi patriot pria yang shirtless.  Ada cerita di balik layar bagaimana mereka latihan fitness dan diet sedemikan sehingga badannya bulky dan sixpack, di film lain demi mendukung peran sang aktor jadi kerempeng atau malah obesitas. Kalau itu ada dalam plot seperti Steve Roger sewaktu jadi prajurit kerempeng, dan setelah disuntik cairan super yang bikin dia jadi bulky ... boleh lah pakai shirtless. Eh tapi apa film superhero Indonesia perlu begitu juga? Rasanya ngga penting juga dikasih adegan shirtless. Malahan Brama Kumbara rada gendutan di film Saur Sepuh layar perak. Intinya kalau memang tidak mendukung plot, bisa diabaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun