ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah sebuah organisasi regional yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 oleh lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Sejarah berdirinya ASEAN dilihat dari sisi ekonomi mencerminkan upaya untuk mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapi oleh negara-negara anggota di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 1960-an, Asia Tenggara merupakan kawasan yang geografisnya strategis, namun ekonominya masih terbelakang dan rentan terhadap konflik politik dan ketegangan regional.Â
Dalam konteks ini, negara-negara anggota ASEAN merasa perlunya kerja sama ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan mengurangi ketidakstabilan politik di kawasan tersebut. Salah satu langkah awal dalam sejarah ASEAN adalah penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967, yang menjadi tonggak berdirinya organisasi ini. Deklarasi ini menggarisbawahi komitmen negara-negara pendiri untuk bekerja sama dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi. Visi ekonomi awal ASEAN adalah untuk menciptakan zona perdagangan bebas di kawasan tersebut.
Selama dasawarsa pertama, ASEAN fokus pada upaya mengurangi hambatan perdagangan antarnegara anggota dan menggalang investasi asing. Pada tahun 1977, ASEAN menandatangani Protokol Pertama tentang Perdagangan Barang-Bahan Mentah yang menjadi dasar untuk penghapusan bea cukai dan hambatan perdagangan lainnya. Langkah ini membantu meningkatkan perdagangan intra-ASEAN dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya, pada tahun 1992, ASEAN membentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang bertujuan untuk menciptakan zona perdagangan bebas di antara anggotanya. AFTA bertujuan untuk menghilangkan bea cukai, hambatan non-tarif, dan mendorong liberalisasi perdagangan di kawasan ini. Melalui AFTA, ASEAN berupaya memperkuat posisinya dalam perdagangan global dan meningkatkan daya saing ekonomi anggota di pasar global.
Selain itu, ASEAN juga berfokus pada kerja sama dalam hal investasi dan pembangunan infrastruktur. Ini termasuk proyek-proyek seperti Koridor Ekonomi Kawasan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT-GT) dan Koridor Ekonomi Selatan ASEAN (ASEAN-SEZ), yang bertujuan untuk mempromosikan investasi, pembangunan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di wilayah-wilayah tertentu.
Selama beberapa dekade terakhir, ASEAN telah menjadi pemain penting dalam perekonomian global. Kawasan ini telah menjadi tujuan utama investasi asing, dan perdagangan antarnegara anggota terus berkembang. Selain itu, ASEAN telah mengembangkan kerja sama ekonomi dengan mitra-mitra regional dan global, termasuk dalam bentuk Perjanjian ASEAN Plus dan keterlibatan dalam RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership), sebuah perjanjian perdagangan yang melibatkan sejumlah besar negara di Asia.
Sebagai kesimpulan, sejarah berdirinya ASEAN dalam perspektif ekonomi mencerminkan dorongan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, mengurangi ketidakstabilan politik, dan meningkatkan perdagangan dan investasi di Asia Tenggara. Dalam perjalanan sejarahnya, ASEAN telah berhasil mengembangkan kerja sama ekonomi yang kuat, membantu anggotanya mengatasi tantangan ekonomi, dan menjadi pemain utama dalam perekonomian global.
Sejarah Berdirinya ASEAN dari perspektif Keamanan Â
Sejarah berdirinya ASEAN dilihat dari kacamata keamanan menggambarkan evolusi organisasi ini sebagai wadah untuk supaya mengatasi tantangan keamanan regional di Asia Tenggara. Pada tahun 1960-an, kawasan ini dihadapkan pada sejumlah ancaman keamanan, termasuk konflik antara negara-negara anggota, ketegangan politik yang muncul, dan pergeseran kekuatan global yang mempengaruhi stabilitas regional. Dalam menghadapi situasi ini, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand secara resmi mendirikan ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967 dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok. Salah satu tujuan utama pembentukan ASEAN adalah menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan ini melalui dialog politik dan diplomasi.
Selama sejarahnya, ASEAN mengusung prinsip non-interferensi dalam urusan dalam negeri negara-negara anggotanya. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan konflik dan ketegangan di antara negara-negara anggota, serta memungkinkan mereka untuk menyelesaikan masalah internal mereka sendiri. Prinsip ini menjadi salah satu pilar utama yang menjaga kohesi dalam organisasi ini.