Mengutip dari kemendikbud.go.id, Platform Merdeka Mengajar dibangun untuk menunjang Implementasi Kurikulum Merdeka agar dapat membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman dalam tentang Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka ini tentunya berbeda dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Anak-anak sekarang ini secara tidak langsung diajarkan untuk belajar mandiri oleh guru di sekolah. Sistem belajarnya pun berbeda.
Jaman dahulu guru mengajar di sekolah dengan menjelaskan secara rinci tentang materi mata pelajaran, lalu setelah selesai menjelaskan pada bab tersebut siswa diminta untuk mengerjakan tugas yang ada di buku paket atau pun lembar kerja siswa (LKS).
Berbeda dengan kurikulum Merdeka ini, karena dengan kurikulum ini guru hanya menjelaskan materi secara singkat, lalu meminta anak untuk berpikir kritis baik secara individu ataupun kelompok  tentang materi yang telah dipelajari.
Jika memiliki dari segi psikologis anak, dengan sistem kurikulum merdeka ini ada sisi positif dan negatifnya.
Sisi positifnya adalah memang alangkah baiknya anak diajarkan untuk berpikir kritis sejak usia dini karena dengan berpikir kritis, secara otomatis itu mengajarkan anak untuk mandiri di masa depan.
Dalam Kurikulum Merdeka ini anak diajarkan untuk mempresentasikan tugas baik secara individu maupun kelompok. Jaman sekarang ini anak SD Sudah seperti anak kuliah saja, menggunakan presentasi di depan kelas. Padahal dulu anak sekolah hanya mendengarkan guru mengajar materi di depan kelas dan mengerjakan tugas yang ada di buku paket yang diberikan oleh guru.
Tetapi disisi lain ada juga sisi negatifnya yaitu anak itu belajar seharusnya sesuai dengan usianya. Jika ia belajar di sekolah dengan Kurikulum Merdeka, yang artinya belajar berpikir secara mandiri belum tentu tiap anak memiliki kemampuan berpikir yang sama. Masing-masing anak pasti berbeda-beda IQ-nya. Â Nah jika ada anak yg IQ-nya tidak bisa mengikuti dengan Kurikulum Merdeka tersebut maka otomatis si anak tidak paham dengan materi atau bab dari mata pelajaran itu.
Oleh karena itu disini lah peran orangtua dan guru harus saling berkesinambungan. Â Ini adalah pekerjaan rumah yang berat ketika harus mendidik anak berpikir kritis dan mampu berpikir secara mandiri. Apalagi jika kita mempunyai anak yang IQ-nya hanya rata-rata atau bahkan di bawah rata-rata. Tetapi percayalah jika anak diajarkan mandiri di era sekarang pasti akan lebih mudah. Kenapa?
Di era digital dan serba modern siapa sih yang ngga bisa main HP? anak sekarang main game di HP udah lincah, buka youtube udah biasa, buka google apalagi. Â Itu tandanya kemampuan otak anak sudah bisa diajak untuk latihan mandiri. Lalu apa kendalanya?
Sekarang yang jadi pekerjaan rumah dari orangtua dan guru adalah mengontrol, mengawasi anak dalam bermain game di HP, membuka Google ataupun youtube. Karena kita tahu, dalam bermain game, Google ataupun youtube berisi banyak hal positif maupun negatif. Oleh karena itu dibutuhkan pendampingan dari orangtua supaya anak tidak salah dalam bermain HP.
Salah satu cara melatih anak berpikir kritis adalah dengan mendorong anak untuk lebih banyak bertanya. Selain itu berikan pula imbal balik seperti berikut pertanyaan terbuka pada anak. Kemudian juga sebisa mungkin kurangi memberi jawaban langsung kepada anak jika anak bertanya. Dengan demikian pola berpikir anak bisa menjadi lebih kritis.
Sama juga halnya dengan Kurikulum Merdeka, dengan memberikan anak tugas untuk mempresentasikan di depan kelas maka secara otomatis otak anak akan terlatih untuk berpikir sendiri secara kritis, kreatif, dan mandiri.
Hal ini terkait dengan tujuan awal Kurikulum Merdeka adalah mencerdaskan anak bangsa supaya dapat menjadi pribadi yang mandiri kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H