Wahyu-wahyu menghujan deras,
berjatuhan di tanah, aspal dan parkiran,
berdesakan di gorong-gorong kota
berbecekan di halaman desa-desa
Â
Wahyu-wahyu lahir dari awan-awan,
pemurnian bumi yang merangkak ke cakrawala,
kembali tertumpah, menapaki muasal,
kembali ke ribaan, menggenang
Â
Wahyu-wahyu tak terserap,
drainase kota pada mampat,
desa-desa telah menjadi kota,
penulis wahyu memburuh di ibukota.
Â
Wahyu-wahyu telah kembali ke muara,
bersama lumpur-lumpur kuning di tepian samudera,
perlahan mengendap di dasar-dasar delta,
kelak jadi pondasi reklamasi pemerintah.
Â
Pulang seorang anak buruh dari kota,
pengen menuliskan wahyu dalam lembaran lontar dijital,
mengembalikan wahyu-wahyu ke angkasa,
lalu menjadi nabi, nabi yang membunuh pengungkapan.
Â
Tertulislah wahyu yang sudah tamat.
dari angkara kau tercipta, maka ke angkara engkau akan berpulang.
Â
09-02-16
Jakarta