Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022, tentang cipta kerja oleh presiden Jokowidodo seakan-akan mengabaikan kehadiran, atau partisipasi semua pihak, atau publik, dan ketertundukan pemerintah terhadap hukum. Problem, dan Polemik UU Cipta Kerja di tahun 2020 rakyat menuntut agar disahkannya tidak tergesa-gesa, dan presiden sendiri mempersilahkan kepada masyarakat yang tidak setuju hal ini untuk menuntut kedapa Mahakamah Konstitusi.Â
Akan tetapi beberapa pemerintah, atau seluruh, tidak menerima putusan dari MK bahwasannya UU Cipta Kerja Inkonstitusional bersyarat dan harus di revisi selama kurang lebih 2 tahun. Akan tetapi presiden mengesahkan Perpu Cipta Kerja untuk mengganti UU Cipta Kerja pada tahun 2022.
Akantetapi MK sudah memberi statement bahwasannya UU Cipta Kerja tidak partisipatif, dan harus direvisi, atau diperbaiki. Akantetapi presiden mengeluarkan perpu tentang Cipta Kerja, tetapi hal ini seperti mengganti covernya saja.
Sekilas, seakan-akan Undang-undang yang menguntungkan, tapi ada beberapa penghapusan hak dalam perpu Cipta Kerja, contohnya seperti dihapusnya hak cuti panjang, kepastian kerja, dan pesangon.
Kita melihat pemerintah mengeluarkan regulasi bukannya untuk meningkatkan perlindungan, kesejahteraan, dan keadilan, akan tetapi menurunkan nilai-nilai kesejahteraan.
Dan kesimpulannya, pengesahan Perpu Cipta Kerja ini sebenarnya untuk menghindari putusan dari MK. Â Maka dari itu pemerintah menggantinya dengan Perpu Cipta Kerja dan itu hanya Covernya saja.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H