Sore itu sehabis saya sholat Asyar, telepon berdering. Aku lihat di layar handphone ternyata Mas Jamal, teman kostku waktu di Yogya dulu. Sudah hampir lima belas tahun lebih saya gak ada kontak dengan Mas Jamal, seneng rasanya di kontak teman lama yang sudah lama tidak saling sapa. Sebenarnya Mas Jamal rumahnya gak terlalu jauh dari rumahku. Saya di Tangerang sedangkan Mas Jamal di Bekasi Timur. Mungkin karena kesibukan masing-masing kita belum sempat untuk saling bersilaturrahmi. Mas, gimana kabarnya? Tanya mas Jamal, Alhamdulillah Baik, Gimana Kabar mas Jamal? Jawabku . Baik juga, insyaallah sabtu aku mau main ke rumah? apa ada waktu? tanya mas Jamal lagi, Tentu mas, pasti ada waktu buat mas Jamal, ditunggu ya mas ! Jawabku Tumben nih, gak ada angin gak ada hujan Mas Jamal tiba-tiba mau main ke rumah, semoga saja tidak seperti yang bulan kemarin datang, lama gak ketemu datang-datang hanya mau nawarin MLM, nawarin asuransi atau paling apesnya mau minjam uang. Memang kita sangat dianjurkan untuk menolong teman, apalagi teman yang sedang dalam kesulitan, tetapi teman yang hanya datang disaat dia butuh saja, rasanya bagaimana gitu? Menurut saya yang namanya teman harus saling memperhatikan baik sedang susah maupun senang. Kita butuh teman untuk bersilaturrahmi, bukan teman untuk jadikan downline atau nasabah kita. Dan kalau memang ada teman yang kebetulan mau menjadi downline, atau nasabah atau membeli produk kita itu bukan karena rayuan kita sebagai marketing, tetapi memang teman kita butuh akan produk kita. Saya punya banyak sekali pengalaman, pertemanan putus karena kita tolak menjadi downline atau nasabahnya. Yang lebih apes lagi pertemanan hilang, setelah kita meminjamkan uang dan teman kita itu gak punya itikad baik untuk mengembalikan hutangnya, kalau sudah begini uang hilang dan pertemanan juga musnah, sayang kan? Sabtu pagi, bel rumah berbunyi ternyata Mas Jamal jadi main ke rumah. Sudah lima belas tahun lebih gak ketemu, sudah banyak perubahan penampilannya. Badannya tambah gemuk dan cara berpakaiannya cukup rapi, lain dengan penampilannya dulu waktu di kost, badannya kurus, rambutnya gondrong dan pakaiannya acak-acakan. Obrolan mengalir dengan asyiknya, cerita masa lalu dan cerita mengenai keadaan teman-teman kost sekarang. Gak terasa hampir dua jam kita ngobrol ngalur ngidul bernostalgia…Hingga akhirnya Mas Jamal mengeluarkan map berisi bahan presentasi yang isinya saya lihat seperti gambar pohon – pohon faktor yang membuyarkan antusiasme saya. Obrolan yang tadi asyik dan menggebu-gebu menjadi kaku, mas Jamal sekarang bermetamorfosa bukan sebagai teman lagi tetapi sebagai marketer yang siap mencari “teman”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H