Mohon tunggu...
Nashihin Nizhamuddin
Nashihin Nizhamuddin Mohon Tunggu... -

Chief editor penerbit buku Islam, peminat politik dan sejarah tinggal di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS Lokomotif yang Melawan Arus

27 Mei 2013   08:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:58 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PKS Lokomotif  yang Melawan Arus

Nashihin Nizhamuddin

Arogansi KPK, terutama yang ditujukan terhadap PKS, telah ditampakkan ketika mantan Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaaq (LHI), ditetapkan sebagai tersangka Suap Impor Daging Sapi. Super cepat, hari itu ditetapkan sebagai tersangka, hari itu pula ditangkap. Berbeda dengan tersangka-tersangka lain yang telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka. Mereka tidak ditangkap, bahkan masih bebas berkeliaran.

Tidak hanya penangkapan yang super kilat, tapi juga penetapannya sebagai tersangka. Uang dari Fathanah belum diterima LHI, tapi saat itu juga ia ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, sebagaimana lazimnya para tersangka lain, mereka terlebih dahulu dipanggil dan dilakukan penyidikan. Namun, tidak demikian dengan LHI. Terhadap langkah KPK ini, sejumlah pakar hukum tidak membenarkan tindakan tersebut. Why?

Puncak arogansi KPK adalah ketika pihak KPK berusaha melakukan penyitaan mobil milik LHI di kantor DPP PKS di jalan Simatupang. Mereka masuk halaman Markas PKS tanpa membawa surat penyitaan, tetapi secara arogan hendak menyita mobil yang diduga milik LHI. Tetapi, karena mendapat protes dari pihak keamanan DPP PKS maka akhirnya KPK hanya melakukan penyegelan. Itupun, menurut sumber PKS, tidak semuanya milik LHI. Sebagiannya milik pribadi kader PKS dan sebagian lainnya merupakan mobil operasional DPP PKS. Why?

Atas perilaku sewenang-wenang tersebut, pihak PKS tidak tinggal diam. Setelah menyampaikan protes protes dan kritik-kritik tajam, DPP PKS akhirnya secara resmi mengadukan oknum KPK ke Mabes Polri. Mereka yang diadukan adalah juru bicara KPK, Johan Budi dan 10 orang penyidik KPK.

Dalam pandangan penulis, langkah PKS ini merupakan tindakan berani karena telah berani melawan arus opini umum. Sebagai konsekuensinya, PKS menelan pil pahit cemoohan publik yang menyebutnya sebagai tindakan melawan KPK. Namun, tentunya PKS telah memperhitungkan konsekuensi tersebut. Karena, apa yang telah dilakukan oleh KPK merupakan bentuk pelecehan atas sebuah institusi resmi yang semestinya dihormati hak-haknya. Dalam hal ini, KPK telah melanggar prosedur dan melabrak aturan hukum.

Memang, apa yang dilakukan PKS terkesan PKS sedang melawan lembaga anti korupsi yang didukung masyarakat luas, tetapi sebenarnya PKS tengah melakukan kritik atas pelaksanaan penegakkan hukum oleh KPK yang sembrono. Opini masyarakat terlanjur menganggap KPK sebagai lembaga “suci” maka wajar jika PKS dianggap telah melawan arus. Siapa yang melawannya maka berarti ia pendukung korupsi atau melindungi koruptor. Wajarlah, jika semua tindakan KPK dianggap selalu benar, padahal KPK juga bisa salah.

Dalam negara demokrasi, opini “suci” ini merupakan ancaman bagi demokrasi karena ia berpotensi memunculkan tirani. Dan, tirani harus dilawan. Kesewenangan KPK merupakan bentuk tirani dalam penegakkan hukum.

Apa yang telah dilakukan PKS bukanlah upaya melemahkan lembaga anti korupsi tersebut, tetapi sebuah kritik atas kesewenangan. Karena, jika kesewenangan dibiarkan akan memunculkan tirani di negeri yang sedang menikmati alam demokrasi ini.

Lokomotif kritik terhadap mitos “kesucian” KPK telah dimulai. Lokomotif itu adalah PKS. PKS telah mendobrak “kesucian” tersebut. Langkah berani ini patut diacungi jempol. Jangan dicaci, apalagi dihina. Karena PKS tengah menjadi pengimbang atas kesewenangan KPK.

Penulis memperkirakan, jika langkah PKS ini pada nantinya mampu mengurangi arogansi KPK maka akan diikuti pihak lain yang merasa terzalimi oleh kesewenangan KPK.  Apalagi, kabar terbaru kemarin,  seorang hakim non aktif di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Syarifuddin, telah memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas perbuatan KPK yang melakukan penyitaan maupun penggeledehan di luar barang bukti. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/04/19)

Sejalan dengan Syarifuddin, PKS juga tengah melakukan protes atas pemberlakukan Tindak PIdana Pencucian Uang (TPPU) atas Lufti karena menurut sejumlah pakar hukum pemberlakuan TPPU atas LHI tidaklah benar.

Langkah PKS dalam menjalankan peran sebagai kekuatan pengimbang  ini juga merupakan upaya memberantas korupsi di negeri ini.

Teruslah bergerak, wahai lokomotif, agar gerbong-gerbong lain di belakangmu juga ikut melaju. Ayo, basmi korupsi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun