Startup merupakan istilah bisnis yang baru berkembang dengan produk berupa aplikasi dalam bentuk digital (teknologi, web, dan internet) yang telah ada sejak akhir 90an hingga tahun 2000.
Perkembangan startup semakin terlihat akhir -- akhir ini ditandai dengan gelombang investor yang berbondong -- bondong berani berinvestasi dalam jangka panjang.
Terbukti pada 2018, sebanyak Rp 55,7 kuadriliun (US$407 M) telah digelontorkan oleh 23 ribu kesepakatan investor untuk 21 ribu perusahaan startup teknologi di 131 negara di dunia. Angka tersebut naik 23 persen dari tahun sebelumnya yang menandakan antusiasme investor semakin tinggi.
Dari total pendanaan itu, 38,57 persen atau setara Rp 2,2 kuadriliun disalurkan ke perusahaan di AS. Sementara untuk Asia Tenggara hanya mendapat sepersepuluh persen dari investasi di AS yaitu sekitar Rp 225,3 triliun. Perusahaan di Indonesia adalah yang terbesar mendapat sokongan dana di Asia Tenggara yaitu sekitar 70 persen.
Menurut data BKPM, total investasi di Indonesia pada 2018 mencapai US$29,3 M. Investasi yang luar biasa besar sengaja digelontorkan agar startup bisa bertumbuh dengan cepat (hypergrowth).
Memang butuh dana yang besar dan terus-terusan secara signifikan agar startup tumbuh secara eksponensial dalam waktu singkat. Jadi, perkembangan ekspansi, penambahan talent, hingga perbaikan sistem jaringan yang menjadi sasaran para startup, bukan keuntungan jangka pendek.
Syarat mendapatkan dana dari VC memang berbeda-beda di setiap sektor industri, namun VC lebih fokus mencari startup yang mampu berkembang dan berpotensi hypergrowth sebagai pemimpin pasar.
Resiko Investor
Bagi pemodal ventura yang berinvestasi pada fase pendanaan awal (early stage) memiliki risiko kegagalan tinggi, walaupun nilainya kecil. Risiko lebih kecil dapat dirasakan jika pemodal berinvestasi pada seri B dan C, sebab startup dinilai lebih stabil sehingga pemodal berani berinvestasi lebih banyak.
Di awal pendanaan, investor kerap membidik pada kisaran Rp 500 juta hingga Rp 2,5 miliyar dengan tujuan untuk mencari tahu potensi dan mengidentifikasi calon pengguna sesuai dengan produk yang dikembangkan.
Untuk pendanaan seri A, pemodal akan berinvestasi berkisar Rp 10-33 miliyar. Pada tahap ini, startup tengah mengembangkan ekspansi dan model bisnis yang tepat.
Naik ke pendanaan seri B, startup mengincar pemodal yang berani berinvestasi mulai dari Rp 22-88 miliyar, sebab startup mulai masuk kategori matang atau dewasa.
Sementara pendanaan seri C sering digunakan startup untuk membuka cabang secara nasional dan internasional dengan nominal berkisar Rp 30 miliyar hingga Rp 1 triliyun.
Tolak ukur yang paling penting bagi para investor sebelum memilih startup yaitu melihat kriteria pemimpin atau pendiri CEO (ibarat nahkoda kapal) dan ukuran pasar (market size).
Rela Bakar Uang di Perusahaan Startup
Berkaca pada Google, perusahaan berusia 21 tahun itu hanya butuh 3 tahun untuk mendapatkan keuntungan pertama. Sementara Amazon baru mendapat keuntungan setelah 9 tahun, bermula dari Jeff Bezos yang berjualan buku pada 1994.
Pada 1997, Amazon memutuskan menjual saham perdana ke publik (IPO), padahal saat itu Amazon sama sekali belum balik modal. Meski medapatkan untung sebesar Rp 22,4 triliyun pada 1999, Amazon masih tetap merugi hingga Rp 1 triliyun dan sempat mem-PHK karyawan, serta menutup sejumlah pusat distribusi.
Baru pada 2003, perusahaan ini mendapat keuntungan pertama. Walau di tahun 2011 dan 2013 sempat membukukan kerugian, namun keadaan berbalik mulai tahun 2015 hingga saat ini.
Itulah yang menjadi tolak ukur bahwa para investor saat ini rela bakar uang dalam mendanai startup. Meski risiko sangat tinggi, namun keuntungan berlipat ganda menjadi daya tarik tersendiri yang menantang bagi para investor.
Hal itu didukung dengan penelitian Thompson Reuters Venture Capital Index pada 2012 bahwa tingkat pengembalian modal ketika berinvestasi di startup berpotensi mencapai 19,7 persen, lebih tinggi ketimbang investasi di pasar modal dan saham yang hanya mengembalikan modal berkisar 7,5 hingga 5,9 persen.
Selain masalah hitung-hitungan keuntungan, ada sisi lain yang membuat orang tergiur dengan investasi di perusahaan startup yang belum menghasilkan keuntungan, yaitu bahwa investor memang menyukai bisnis dan ingin menjadi bagian inovasi masa depan.
Pontianak, 8 Oktober 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H