Mohon tunggu...
Oscarnoise
Oscarnoise Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Future is on your hand

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemerintah AS Minta Akses Enskripsi WhatsApp, Facebook Tolak

8 Oktober 2019   10:45 Diperbarui: 8 Oktober 2019   11:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WhatsApp merupakan platform komunikasi terbesar dan menjadi salah satu aplikasi chat terpopuler di dunia. Tampilan yang sederhana dengan fitur yang cukup mudah dioperasikan menjadi alasan banyak orang suka WhatsApp.

Namun demikian, pengguna perlu waspada dengan berbagai ancaman keamanan WhatsApp. Oleh sebab itulah, banyak orang bahkan perusahaan mencoba untuk menembus kunci keamanan WhatsApp melalui berbagai cara baik dengan pendekatan soft approach maupun hacking (meretas tanpa izin).

Dengan alasan untuk memerangi kejahatan terorganisir, terorisme, dan pornografi anak, Departemen Kehakiman AS meminta Facebook membuka layanan komunikasi terenskripsi WhatsApp. Namun, Facebook menolak sebab akan berpotensi mengancam privasi individu.

Fyi, fitur enskripsi alias keamanan dari WhatsApp diklaim lebih baik jika dibanding fitur lainnya, termasuk Facebook Massenger, dikarenakan WhatsApp menerapkan fitur enskripsi end-to-end secara default sehingga setiap obrolan dapat terahasiakan.

Untuk meyakinkan pihak Facebook, Pemerintah AS melalui P. Barr (Jaksa Agung William) membidik rencana Facebook untuk membuat WhatsApp dan layanan perpesanan lainnya lebih aman dengan menekan Mark Zuckerberg (CEO Facebook) untuk menciptakan celah enskripsi.

Permintaan Barr merupakan upaya terbaru penegak hukum dalam perjuangannya selama bertahun -- tahun untuk mendapatkan akses ke platform komunikasi populer yang telah menjadi semakin aman.

Sedikit cerita bahwa pada tahun 2016 terdapat konflik ketika hakim federal meminta Apple untuk membantu FBI membuka kunci iPhone setelah kejadian penembakan massal pada tahun 2015 di San Bernardino, California.

Namun, pada akhirnya untuk mengurangi ketegangan dengan perusahaan, FBI dapat memecahkan kunci tanpa bantuan Apple.

Mengacu pada kejadian tersebut, Departemen Kehakiman mencoba pendekatan terkoordinasi dengan sekutu dekat (Facebook) untuk mendorong perusahaan teknologi mengubah posisinya.

Hambatanya bahwa enskripsi end-to-end bekerja secara rahasia dan hanya dapat dipastikan oleh pengirim dan pembaca pesan akan memiliki pintu belakang untuk memberi otoritas akses menuju data.

Diperkirakan setiap harinya enskripsi end-to-end telah melindungi pesan lebih dari 1 miliyar orang pengguna. Enskripsi yang kuat diperlukan untuk melindungi hak komunikasi dan penyampaian pendapat pengguna platform WhatsApp termasuk jurnalis dan pengkritik pemerintah.

Oleh karena itu, pihak Facebook menolak upaya pemerintah AS untuk membangun pintu belakang, sebab hal itu akan berpotensi merusak privasi dan keamanan pengguna di seluruh dunia. Facebook menghormati penegak hukum AS, namun lebih menghargai bahwa setiap orang berhak berkomunikasi online secara pribadi.

Ancaman Keamanan
WhatsApp memungkinkan pengguna mencadangkan dan memulihkan pesan dan media yang tidak sengaja terhapus di Android (Google Drive) dan Ios (iCloud). Namun, cadangan file yang disimpan tidak dienskripsi end-to-end. Hal itu menimbulkan file rentan diretas dan menjadi ancaman keamanan WhatsApp.

Dua kasus paling terkenal terjadi di India dan Brazil.

WhatsApp pernah terlibat dalam kekerasan yang marak terjadi di India pada Tahun 2017-2018. Pesan palsu berisi info pencurian anak diteruskan dan menyebar ke seluruh platform.

Lain halnya di Brazil, WhatsApp menjadi sumber utama berita palsu sepanjang pesta demokrasi 2018 yang menimbulkan dampak negatif kepada para kandidat.

Saat itu informasi digital menjadi masalah yang sulit diselesaikan. Namun, kini WhatsApp telah menerapkan beberapa pembaruan yaitu pembatasan pengiriman pesan yang sama hanya ke 5 grup berbeda untuk mencegah penyebaran berita bohong.

Kini pengguna WhatsApp bisa membuat status seperti di Insta Stories yang sifatnya lebih pribadi. Keuntungannya, WhatsApp memungkinkan pengguna untuk mengontrol penonton status.

Namun, WhatsApp tidak menjelaskan tentang kontak yang di blokir bisa melihat status WhatsApp atau tidak.

Terakhir, ancaman malware di WhatsApp. Basis pengguna yang besar, WhatsApp berpotensi menjadi target kejahatan cyber. Banyak kasus penjahat cyber mencoba mengotak-atik WhatsApp Web.

Untuk itu perlu diperhatikan pengguna harus mengunduh aplikasi WhatsApp yang asli via Android dan iOS. Sebab banyak aplikasi tiruan yang memiliki tampilan mirip (sebenarnya palsu) yang sengaja dibuat hacker untuk meretas data pengguna.

Disarankan kepada pengguna agar tidak menggunakan WhatsApp bajakan, sebab ketika masuk WhatsApp Web, potensi malware masuk menjadi ancaman keamanan komputer / laptop pengguna.

Pontianak, 8 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun