Bergerilya menelusuri ruang lingkup pengetahuan manusia yang selalu dianggapnya kosong melompong. Berani memberi argumen, opini, statement, bahkan anjuran palsu yang sok meniru gaya penulis handal kawakan lainnya.Â
Ketika suasana dan kondisi riuh, dia selalu membayangi dari samping untuk merangsek kedepan demi dapatnya menimbulkan gejolak yang lebih ekstrem dari apa yang dipikirkan oleh orang awam -- merekalah targetnya. Besar harapan para ""Hoakers" (dalang dibalik penulisan dan penyebaran informasi palsu) dapat merongrong kaum milenial muda bahkan tua untuk mempercayai tautan hingga menuju propaganda buruk yang bertujuan memainkan mindset masyarakat melalui cipta opini dan cipta kondisi.
Hoaks...? Iya itu berarti berita palsu -- menyebarkan virus dusta atau informasi palsu (fake information). Bukan kaleng -- kaleng, sasaran atau targetnya yaitu hingga skala nasional yang kebanyakan persebarannya melalui akun website berisi berita. Menikmati jalannya cerita dari suatu kata -- kata yang menciptakan sebuah informasi palsu telah dikonsepkan oleh berang -- berang hoakers.Â
Cukup ciamik dan mungkin sangat menarik berbagai tulisan, artikel, dan pesan -- pesan untuk dapat ditelan oleh informan yaitu para pembaca. Goresan tinta bahkan ketikan dari jari - jemari hoakers yang menari - nari di atas papan ketik layaknya sangat jago dan cukup mudah mempengaruhi akal pikiran manusia. Lalu, siapa yang salah? Pembaca atau hoakers alias penyebar hoaks ? (cobalah berpendapat !)
Seperti yang dapat kita saksikan saksama, 2019 adalah tahun yang kompleks bagi Negara Indonesia. Dilihat dari akan adanya hajatan besar yaitu penyelenggaraan pemilihan calon presiden dan wakil presiden sekaligus calon legistlatif, pencanangan pembangunan revolusi industri 4.0, dan berbagai isu -- isu strategis lainnya.Â
Sangat perlu diwaspadai karena materi atau permasalahan itulah yang dapat dimanfaatkan dan bisa menjadi potensi terjadinya penyebaran informasi dan berita hoaks. Bila hal itu terjadi, masyarakat dapat terpapar oleh radiasi hoaks apabila mereka kurang sadar dalam mendalami permasalahan.
Saya berpendapat bila masyarakat sekarang sudah tak lagi "Buta huruf melek diri", tetapi malah sebaliknya yaitu mereka sudah menjadi masyarakat yang "Melek huruf tapi buta diri". Hanya bisa membaca namun tidak bisa mengendalikan apa yang dibaca. Seolah sudah mengabaikan apa yang dilihat, tidak mau lagi menganalisis apalagi menanggulangi suatu ancaman yang sangat berarti.
Beberapa saran yang bisa diikuti oleh para pembaca dan pengguna media sosial guna mengantisipasi terpapar dan terjerumusnya dari berita atau informasi hoaks. Tidak langsung percaya terhadap narasi maupun artikel dalam berita baru.Â
Perlu adanya mencari kebenaran (check, crosscheck, re-check) dengan cara mencari sumber berita lainnya yang mungkin sama isinya dengan berita pertama. Pelajari mengenai penilaian terhadap permasalahan atau sering disebut judgement. Dengan demikian, antisipasi terhadap terpaparnya ke dalam berita hoaks dapat tertangani.
Kemudian, jangan jadi "Sok Tahu". Alih -- alih telah mengetahui informasi lebih dahulu dan justru menyebarkannya, padahal itu adalah informasi palsu yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Ada lagi cara agar terhindar dari segala macam hoaks, yaitu dengan cara "Budayakan Membaca". Dengan membiasakan membaca sedari dini dan selalu mengikuti perkembangan terkini, tidak mungkin rasanya dapat dengan mudah terpedaya oleh daya pikat informasi dusta. Dengan begitu, penelaahan berkelanjutan dalam upaya membangun literasi kaum milenial dalam rangka memperbaiki Sumber Daya Manusia dapat diterapkan dalam kondisi yang sangat tidak memungkinkan sekalipun.
Terakhir, bagi para penulis dapat melakukan counter dengan cara membuat berita tandingan guna melawan dan melenyapkan kepercayaan adanya berita hoaks yang telah tersebar.
Penanganannya bukan menangkap pelaku atau memblokir situs, namun lebih kepada mengoreksi sistem dan mutu pendidikan yang ada pada negara ini. Memang tak bisa diselesaikan secara instan, karena literasi media merupakan tugas bersama. Maka dari itu, perlu adanya perlawanan secara taktis oleh mereka yang mampu berpikir logis dan kritis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H