Fenomena pun timbul hingga akhirnya pecah telur. Dulunya suporter memiliki gelora semangat setia hingga meneriakkan yel - yel bermotto, "Menang kau kusanjung. Kalah kau tetap kujunjung". Nasionalis fanatisme suporter sangat erat kala itu dengan kemenangan tim nasional Indonesia. Namun, paradigma sekarang sudah berbeda, ketika timnas Indonesia berlaga, tiada lagi hamburan penikmat setia yang mau menyaksikan keberingasan timnas di medan laga.Â
Semua itu karena adanya mosi tidak percaya terhadap persepakbolaan Indonesia akibat masyarakat awam yang reaksioner karena menganggap pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Menpora) dan khususnya pihak PSSI sebagai penyelenggara tidak becus dalam menangani masalah ini. Ada anggapan bahwa dualisme jabatan mempengaruhi kinerja pucuk pimpinan dalam mengambil keputusan.
 Kini "pamit undur diri" menjadi bukti ketidakseriusan atasan yang menyisakan polemik hingga perlunya ditelisik lebih dalam. Pergantian pimpinan seolah membawa ke dalam kondisi tabu, tidak bisa sepaham dengan kepengurusan lama, sehingga pada akhirnya harus regenerasi total pula.Â
Lalu, PSSI Bisa Apa ? Terlihat nyata para elit pimpinan justru tidak ada niatan untuk memberantas dari dalam. Kasus bergulir dibiarkan terpendam, kompetisi mulus dilacurkan, dan perputaran fulus haram diringkus pula bahkan seperti dipelihara. PSSI dan prestasi macam dua ujung yang sulit bertemu. Keseriusan organisasi ditangguhkan hingga timbul pertanyaan, " (PSSI) Apa Bisa ?"
Sanak saudara di Papua, pulau paling ujung timur negara Indonesia, menitipkan salam pada kita. Mereka mengatakan, "Orang - orang Papua cuma punya satu menjadi Boaz Salossa.Â
Harapan kami hanya sepak bola. Tapi, sekarang pekerjaan cuma dua, kalau tidak nelayan, yaa tangkap ikan saja". Makna tersirat mengubah pola pikir khalayak pembaca bahwa jangan pernah sekali - kali menciderai persepakbolaan Indonesia dengan siasat politik yang merajalela. Kini terkuak sudah apa yang ada dibenak mereka. Kesadaran membuatnya merubah mimpi yang tak mungkin digapai dengan mudahnya.
Dari saya, Pak Soekarno doeloe pernah berkata, "Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". Tapi itu kan kurang satu untuk tim sepak bola ? Kalau begini terus, lalu kapan kita masuk piala dunia ? Ini semua karena "Gelombang Ambisi - Nihil Prestasi".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H