Mohon tunggu...
Nasa Safira M.
Nasa Safira M. Mohon Tunggu... Seniman - Manusia

Mahasiswa Fakultas Pertanian yang belajar Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saya Perempuan: Saya Iri dengan Lelaki

16 Juli 2024   07:00 Diperbarui: 16 Juli 2024   07:10 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya dan ibu saya

Ketika saya dan ibu saya tengah membeli sesuatu di supermarket, ada dua anak kecil kembar sedang menghalangi pintu supermarket. Sontak saya dan ibu saya mengatakan "Permisi ya". Kemudian Sang Bapak berkata lantang  kepada Sang Ibu "Anakmu ini lo!", sedang di waktu yang sama Sang Ibu sedang membayar belajaannya di kasir. Ibu saya ikut sinis dan menegur saya "Kalimat seperti itu tidak boleh diucapkan, anak itu tanggung jawab bapak dan ibu, bukan hanya ibu saja atau bapak saja. Anak ya anaknya bapak dan ibu, tanggungjawab keduanya." Saya diam dan mengangguk.

Perempuan: dapur yang baik, sekolah yang berkualitas dan raga yang selalu siaga

Kemudian saya berfikir, selama ini seolah sosok ibu "Perempuan" yang harus menjadi panutan, dapur yang baik, sekolah yang berkualitas dan raga yang selalu siaga. Sebagai perempuan saya sungguh tidak terima. Bagaimana dengan lelaki?

Selama ini yang selalu berkoar adalah sebagai calon ibu, perempuan harus baik, santun, cerdas, bijak, lemah lembut, keibuan, membaca buku parenting, belajar parenting dan lain sebagainya. Sekarang kita pandang para lelaki sebagai calon bapak, apakah mereka belajar parenting? Apakah mereka siaga dalam menjadi bapak yang baik?

Selama ini saya hanya tahu kalau lelaki hanya fokus pada bagaimana menjadi bapak yang "keren" dan seakan tanggungjawab hanya sekadar perihal finansial. Bahkan kehadiran bapak terhadap seorang anak bisa dihitung jari. Banyak yang kehilangan raga seorang bapak. Padahal kalau kita amati baik-baik, lelaki lebih memiliki banyak eksplorasi yang dapat dijadikan panutan oleh anak. Entah itu pengalaman hidup yang baik maupun buruk. 

Seolah hal tersebut ditutupi karena tidak mau anaknya mengetahui tentang "kenakalannya". Dari sana, apakah lelaki juga dituntut jadi baik, bijak, cerdas, kebapakan, dapur yang baik, sekolah yang berkualitas dan raga yang selalu siaga sejak ia belum menikah? Padahal perkara-perkara seperti itu sudah dipeributkan para perempuan sejak ia menginjak "dewasa". Kemana lelaki? Sedang menikmati masa mudanya? Mencari pengalaman? Apakah menurutmu perempuan juga tidak melakukan hal tersebut?

Tuntutan perempuan

Penuntutan terhadap perempuan sepertinya akan selalu ada jika para lelaki tidak memiliki orientasi untuk menjadi panutan yang baik oleh anaknya kelak. Bisa dikatakan bahwa peran seorang bapak tidak banyak dirasakan oleh seorang anak dalam suatu keluarga. 

Ibulah yang senantiasa dituntut selalu ada sebab ia yang melahirkannya, jika tidak, banyangkan berapa banyak makian yang akan diterima. Padahal bapak juga harus memiliki peran dalam kehidupan seorang anak, bukan hanya sebagai penata finansial namun yang lebih penting adalah kasih sayang dan pendampingan sosial.

Oleh karenanya, betapa pentingnya seorang lelaki untuk membaca buku parenting dan belajar parenting juga. Supaya pola pendidikan terhadap anak tidak gonjang-ganjing dan ikut serta dalam proses mendidik anak, sebagai dapur yang berkualitas. Tak hanya itu, lelaki atau seorang bapak juga harus paham bahwa anak juga memerlukan jiwa dan raga seorang bapak.

Apabila kemudian dikaitkan dengan peran lelaki dalam rumah tangga sebagai pencari nafkah, lalu bagaimana dengan para perempuan yang juga bekerja? Kemudian mereka juga harus menjadi sosok yang selalu ada di samping anak. Sedangakan lelaki tidak apa-apa, sebab lelaki harus menafkahi keluarganya selayak mungkin. Itu semua tidak adil.

Supaya anak tidak bertanya: "Dimana Bapak selama ini?"

Harusnya lelaki dan perempuan memiliki peran yang sama sebagai dapur yang baik, sekolah yang berkualitas dan raga yang siaga bagi seorang anak. Sebab anak adalah milik orang tua, bapak dan ibu, keduanya sama-sama bertanggung jawab atas keberlangsungan kehidupan seorang anak.

Saya yakin, bahwa ketika seorang perempuan melahirkan anaknya dan seorang lelaki bersikap siaga. Anak bukan lagi beban bagi ibunya, bukan lagi menjadi aspek penuntutan bagi perempuan dan peran bapak di mata anak akan jadi lebih jelas dan dapat dibanggakan.

Sebab selama ini banyak anak yang tidak merasakan kasih sayang seorang bapak. Hanya sosok ibu yang selalu ada, selalu siaga dalam memberi kasih sayang dan pendampingan. Padahal seorang perempuan yang menjadi ibu juga sepantasnya memiliki space untuk dirinya sendiri, baik dalam mengejar mimpi atau menjalani karirnya. 

Saya berharap supaya kelak banyak anak yang merasakan aroma kasih sayang seorang bapak sebagai teman hidup mereka. Memberi kasih sayang ke anak bukanlah tanggung jawab ibu atau yang melahirkan saja, namun tanggung jawab kedua belah pihak yaitu bapak dan ibu.

Saya menuntut lelaki

Lebih mirisnya lagi dalam konteks perceraian, apabila kita mengingat banyaknya hak asuh anak yang diberikan atau diperebutkan seorang ibu daripada kepada seorang Bapak. Untung-untungan kalau sang bapak mau menafkahi, jika tidak maka sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab seorang Ibu.

 Tidak lain juga alasan yang lebih lumrah adalah bahwa perempuan lebih gemati dibandingkan lelaki. Begitu juga dengan hubungan antara anak dan ibu yang katanya memiliki keterikatan khusus sehingga seolah ibu lebih berhak dan bertanggung jawab terhadap anak, alasan yang klise. Namun apakah lelaki juga tak sepantasnya bersikap gemati kepada anak, berhak dan bertanggung jawab atas anak?

Dari sini apakah saya boleh bertanya? Apakah sebenarnya lelaki juga belajar parenting? Sebagai perempuan dan seorang anak, saya bisa mengatakan bahwa 1:100 rasio lelaki yang memperbicangkan dan belajar mengenai parenting. Sungguh miris. Kalaupun memang presepsi saya kurang tepat setidaknya saya telah memberikan pandangan sebagai perempuan yang selalu dihantui banyak "tuntutan" perihal parenting.

Jika selama ini perempuan mengangguk dengan lapang dada tentang segala penututan, bukankah wajar apabila perempuan juga memberi penuntutan yang sama kepada lelaki?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun