Mohon tunggu...
Nasakti On
Nasakti On Mohon Tunggu... -

Hidup adalah menunda kekalahan Karena kehidupan adalah awal dari kematian Dan Kematian adalah awal dari kehidupan Yang kekal dan abadi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowiku Sayang Jokowiku Malang

18 Maret 2014   20:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:47 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_327212" align="alignnone" width="600" caption="jokowi Blusukan Untuk Meningkatkan Ektablitas/Fhoto Okezone.com"][/caption]

Nama Joko Widodo (Jokowi) Mantan Walikota Solo yang kini menjabat sebagai Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta semakin melenjit ketika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI.P) Pimpinan Megawati Soekarno Putri mengusung Jokowi menjadi Calon Presiden (Capres) Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014.

Jokowi pun di sayang, di sanjung dan di puja oleh banyak orang yang mendukungnya, segala puja dan puji dialamat kepada Jokowi, Jokowi dianggap adalah pemimpin masa depan negeri ini. Jokowi layak untuk menjadi Presiden, karena Jokowi di nilai adalah pemimpin yang merakyat, bersih dari praktek Korupsi. Kolusi dan Nefotisme (KKN) dalam menjalankan tugas nya. Sampai sampai Jokowi di sebut sebut tidak memakan gajinya ketika dia menjabat sebagai Walikota Solo dua priode.

Di Capreskannya Jokowi oleh PDI.P, juga membuat Jokowi bagaikan melambung diangkasa, Praktek blusukan yang di lakukannya selama ini semakin di tingkatkannya. Kendatipun bahwa sebenarnya Jokowi adalah pembohong terhadap hati nuraninya, dan Jokowi lupa diri bahwa sebenarnya dia adalah orang yang haus akan jabatan.

Sikap Jokowi memang berhati lembut, jarang marah, lebih banyak tersenyum dan penuh dengan guyon guyon, tapi pada sisi lain wajah Gubernur DKI yang baru terpilih sekitar satu tahun yang lalu ini  bisa berwajah ganda, berobah robah seperti bunglon. Yang penting bagi Jokowi adalah jurus selamat. Apapun di lakukannya asalkan dia bisa selamat, sekalipun harus membohongi hati nuraninya.

Malangnya bagi Jokowi, sejak di Capreskan oleh PDI.P, ternyata tidak semua mendukung nya untuk menjadi Presiden Republik Indonesia mendatang. Hujatan, cacian dan makian terus datang mendera bak bagaikan airbah yang menghantam tembok kokoh. Jokowi sebenarnya tidak menyadari kalau kemampuannya untuk memimpin bangsa tidak hanya cukup dengan blusukan, guyon guyon apa lagi Jokowi tidak punya ketegasan.

Seorang Presiden, harus mengusai loby tingkat tinggi, harus memahami dan mengetahui permasalahan berbangsa dan bertanah air. Bukan cukup hanya melakukan blusukan, tapi lebih dari itu. Jokowi dalam Pencapresannya yang di lakukan oleh PDI.P adalah sebagai korban Politik. PDI.P mencalonkan Jokowi sebagai Calon Presiden pada Pilpres 2014 sebelum di lakukan Pemilihan Umum (Pemilu) Calaon Anggota Legeslatif (Caleg) adalah jurus selamat yang di tempuh oleh PDI.P, karena nama Jokowi lebih layak jual ketimbang nama Megawati Soekarno Putri sebagai Ketua Umum PDI.P.

PDI.P berharap dengan mengusung nama Jokowi pada Pilpres 2014, akan dapat mendulang suara pada Pililihan Umum Caleg 9 April 2014. Jokowi tak lebih di jadikan sebagai Vote Getter oleh Mega Wati Soekarno Putri pada Pemilu Caleg 9 April 2014 untuk mencapai tujuan dan ambisi Mega, untuk mencalonkan putrinya Puan Maharani sebagai Wakil Presiden mendampingi Jokowi, apa bila pada Pemilu Caleg 2014 PDI.P berhasil sebagai Partai Pemenang dengan menempatkan 60 % kadernya di Lembaga Legeslatif.

Dan seandainya hal itu terpenuhi, Jokowi menjadi Presiden dan Puan Maharani sebagai Wakil Presiden. Maka Jokowi adalah boneka dari pada PDI.P. Hal itu terlihat dari susunan cabinet yang di persiapkan oleh PDI.P. Sungguh malang nasib Jokowi jika Pradiksi ini sempat terjadi. Jokowi hanya sebagai lambang Presiden, sementara yang mengatur kebijakan adalah Wakil nya Puan Maharani. Seperti di Negara India, Presiden hanya sebagai lambang sementara kekuasaan dan kebijakan di tangan Perdana Menterinya.

Nasib Jokowi tak obahnya seperti Cerita Nopel Lebai Malang, yang di undang kenduri. Dimana kampung sebelah mengundangnya untuk hadir dalam hajatan si pengundang, tapi si pengundang hanya memotong satu ekor kambing. Sedangkan si pengundang kenduri yang satu lagi memotong satu ekor kerbau. Sang lebaipun menjadi bingung yang mana harus di hadirinya. Jika menghadiri kenduri yang memotong kambing tentu dagingnya sedikit, sementara yang memotong kerbau dagingnya tentu banyak.

Setelah sang lebai hampir sampai kerumah yang punya hajatan yang memotong kambing, sang lebai berpikir lebih baik dia menghadiri yang punya hajatan memotong Kerbau, maka dia berbalik arah kerumah yang punya hajatan yang memotong kerbau. Akan tetapi di tengah perjalanan dia berpikir lagi, apa nanti kata yang punya hajatan yang memotong kambing kalau dia tidak hadir, sementara hubungan pemili ada, maka sang lebai berbalik arah lagi untuk kerumah yang memotong kambing. Begitulah terus menerus  sampai waktu kenduripun habis. Sang lebaipun tidak jadi memakan daging. Baik daging kambing maupun daging kerbau. Beginilah nasib Jokowi nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun