Pernahkah anda mampir belanja di sebuah minimarket yang kini banyak kita jumpai dimanapun kita pergi? Mungkin saja hampir disetiap kecamatan dipulau Jawa ini bisa kita bisa menjumpainya. Entah didalam perkampungan padat penduduk atau di jalan raya. Setelah kita mendapatkan produk yang akan kita beli dan langsung menuju ke meja kasir, biasanya sang kasir menyapa dengan tersenyum, sambil mengucap salam dengan ramah.
Segera produk kita di identifikasi menggunakan barcode scanner , setelah semua selesai segera sang Kasir menanyakan kepada kita dengan beragam pertanyaan seperti "sudah cukup belanjanya?, mungkin ada tambahan lagi?, mungkin sekalian pulsanya, dan lain sebagainya". Saya sering menjawab "sudah cukup, berapa totalnya?". Hingga akhirnya saya anggap semua itu sebuah hal yang wajar dalam ilmu marketing.
Teknik ini lebih dikenal dengan istilah Cross Sell, salah satu teknik dimana penjualan dengan menawarkan lebih dari yang konsumen cari. Kita bisa menawarkan produk lain setelah konsumen melakukan pembelian produk tertentu. Jurus handal ini telah diterapkan oleh sebut saja McDonald, KFC, A&W dan restoran cepat saji besar lainnya untuk memperbesar pembelian per konsumen.
Mengapa teknik 'menawarkan' seperti ini digunakan? Karena teknik penjualan seperti ini tanpa biaya, namun hasil yang didapatkan sangat luar biasa sebab dihitung jumlah faktor kali disemua cabang yang kebetulan sudah tersebar di beberapa tempat. Ada salah satu survei yang dilakukan oleh salah satu guru marketing di Indonesia, mencoba disalah satu restoran cepat saji, mereka menyampaikan bahwa prosentase keberhasilan menggunakan teknik menawarkan seperti itu bisa mencapai 70 hingga 80 %. Dengan demikian jika mereka tidak menawarkan dengan teknik tersebut maka mereka akan kehilangan omzet tambahan 70 hingga 80%.
Mungkin, dari sinilah pihak manajemen mini market tersebut ingin mengadopsi teknik menawarkan tersebut ke dalam penjualan produknya. Namun, apakah teknik tersebut cukup copy paste saja dan langsung cocok?. Mari kita lihat pada kejadian berikut.
Kejadian ini saya alami sendiri hingga berulang kali. Pertama terjadi pada tahun 2009 ketika saya sedang ada pekerjaan proyek disebuah pembangkit PLTU di Jawa Timur. Bersama teman malam hari dalam perjalanan menuju hotel saya mampir kesebuah minimarket untuk membeli beberapa snack dan kebutuhan lain. Seperti cerita sebelumnya, sang kasir menawarkan sebuah produk yang hingga saat ini sangat saya hindari.
"Sudah cukup pak, mungkin sekalian nambah rokoknya?" Kasir itu menawarkan.
"Sudah cukup, Maaf mbak, saya tidak merokok terima kasih" jawaban saya.
Tawaran rokok ini berulang-ulang di beberapa minimarket dan supermarket dengan waktu dan tempat yang berbeda, hingga kejadian terakhir beberapa bulan yang lalu, namun kali ini entah kenapa emosi saya sempat tersulut dihadapan salah satu kasir minimarket yang kebetulan didekat rumah.
"Sudah pak, larutan penyegar saja, sekalian rokoknya?" tawaran sang kasir.
"Mending tawarin saya kondom aja mbak daripada rokok" jawab saya sambil sedikit gregetan.
"Maaf pak, saya tidak tahu kalau bapak tidak merokok" buru-buru kasir tersebut menanggapi jawaban saya sambil sedikit terlihat malu dengan pelanggan dan rekan kerja lainnya.
Saya kebetulan aktif di salah satu media social, saya coba update ucapan saya ke dalam sebuah status. Ternyata, banyak komentar yang menanggapi dengan cerita yang hampir sama. Seperti cerita salah satu teman saya yang berprofesi sebagai wartawan ini, karena merasa kurang sehat dan kebetulan sakit batuk, teman saya mampir ke minimarket untuk beli obat batuk, saat dikasir justru malah ditawari rokok sekalian. Alamak...."tidak lihat apa orang lagi beli obat batuk masih saja ditawarin rokok?". Darimana mereka bisa menilai saya masuk kategori perokok? Atau teknik iseng-iseng berhadiah?.
Kasihan sang kasir jika harus kena semprot kemarahan atau emosi dari pelanggan, namun pihak manajemen minimarket terkesan asal memberikan perintah tanpa bekal bagaimana cara menawarkan atau menggunakan teknik cross sell dengan tepat sesuai kebutuhan pelanggan tentunya. Yang jelas rokok tidak akan pernah masuk kedalam daftar belanja saya, "Ingat ya mbak kasir".
Salam hidup bebas asap rokok!
Narwanto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H