Pikiran-pikiran itu terus berdesak-desakkan di kepala Ken Arok. Maka timbullah keinginan untuk memperistri Ken Dedes yang kini telah menjadi seorang ibu.
Hari-hari terus berlalu seiring dengan mengalirnya sang waktu. Otak Ken arok terus mengatur siasat.
"Bunuh Akuwu! Bunuh Akuwu!"
Suara-suara itu memenuhi dada dan kepalanya. Tiba-tiba Ken arok teringat dengan keris Empu Gandring. Dia ingat betul sumpah serapah Empu Gandring tatkala dadanya berlubang oleh keris buatannya sendiri keris pesanan Ken Arok, namun dicoba keampuhannya pada si pembuatnya.
Tangan Ken Arok bergetar memegang tangkai keris. Dipandanginya keris tanpa warangka itu.
"Bunuh Akuwu! Bunuh Akuwu!"
Suara itu kini sangat jelas. Ken Arok yakin keris itu yang bersuara. Tubuhnya berkeringat, tangannya bergetar. Dipandanginya keris itu dengan mata nanar. Rupanya kutukan Empu Gandring akan segera menjadi kenyataan. Keris itu haus darah manusia.
***
Kebo Ijo sangat bangga dengan keris di tangannya, keris pemberian Ken Arok. Ia pamerkan kepada setiap orang yang dijumpainya. Di tempat kerja, di rumah, bahkan di alun-alun Tumapel pun tak segan-segan dipamerkannya keris Empu Gandring kepada orang-orang.
Ada rasa puas tersendiri di hati Kebo Ijo. Pernah ada seseorang ingin membeli keris itu, namun Kebo Ijo tak memberikannya. Pesan Ken Arok, keris itu tak boleh dijual atau memberitahukan kepada orag lain bila Ken Arok yang memberinya.
"Mengapa tidak boleh? Bukankah kamu memperolehnya dengan cuma-cuma dari seorang sahabatmu?"