Mohon tunggu...
Narwan Eska
Narwan Eska Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemahat Rupadhatu

Berkelana di belantara sastra, berliterasi tiada henti

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dukung Konservasi Air Melalui Urban Farming

28 Agustus 2019   13:47 Diperbarui: 4 September 2019   15:28 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkah Tuhan berupa sinar matahari, angin, dan air hujan tidak pernah habis untuk manusia. Hanya saja mungkin belum banyak yang menyadari hal itu dengan memanfaatkannya sebagai sumber energi alternatif. Bahkan manusia wajib memanfaatkan berkah itu dengan bijak, misalnya memanfaatkan air hujan yang melimpah.

Seperti kita ketahui Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Di saat musim hujan hendaknya memanfaatkan air hujan dengan baik, menyimpannya untuk persediaan musim kemarau yang jelas jarang turun hujan.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan di wilayah Indonesia cukup tinggi, yaitu 2.000-4.000 mm/tahun. Curah hujan dapat menjadi sumber air bersih, tetapi sering menimbulkan banjir pada musim penghujan. Hal itu karena air hujan tidak dapat meresap ke tanah seiring dengan menurunnya daerah resapan.

Manajemen air hujan

Foto: idea.grid.id
Foto: idea.grid.id

Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan, dan sebagian besar masuk ke sungai dan akhirnya bermuara di laut. Air hujan yang jatuh ke bumi tersebut menjadi sumber air bagi makhluk hidup.

Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk, maka kebutuhan air bersih pun meningkat pula. Diperkirakan pemanfaatan air tanah untuk memenuhi kebutuhan penduduk sebesar 100 liter/ hari/orang.

Namun pemanfaatan air tanah yang berlebihan akan menimbulkan dampak negatif antara lain: intrusi air laut, penurunan muka air tanah, amblesan/penurunan tanah (land subsidence) yang menyebabkan genangan banjir di musim penghujan. Hal tersebut diperparah dengan meningkatnya alih fungsi lahan pada daerah resapan atau menurunkan resapan air hujan, sehingga ketersedian air bersih terganggu.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, perlu manajemen air hujan. Seperti mempertahankan kesetimbangan melalui proses pengambilan dan pengisian air hujan (presipitasi dan infiltrasi) dengan meresapkan ke dalam pori-pori atau rongga tanah atau batuan.

Selain itu perlu dilakukan upaya konservasi air, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Seperti pembuatan tandon air atau tabungan air, sumur resapan, pembuatan biopori, dan penyulingan air hujan. Sementara di perkotaan bisa dilakukan penanaman pohon dan pemanfaatan air hujan untuk pertanian yang dikenal dengan urban farming.

Pengembangan urban farming di perkotaan

Foto: tedxrockcreekpark.com
Foto: tedxrockcreekpark.com

Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Kemudian pemanfaatan air hujan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, nilai kelulusan batuan (konduktivitas hidrolik), luas tutupan bangunan, muka air tanah, dan lapisan akuifer.

Agar dapat terimplementasikan pada masyarakat atau pengelola bangunan maka diperlukan tata cara pemanfaatan air hujan. Dalam Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 12 Tahun 2009, Tanggal 15 April 2009 disebutkan, jika halaman tertutup semen, beton atau konblok, air akan menggenang dan tidak bisa masuk ke dalam tanah. Genangan air yang tidak segera dibersihkan bisa menjadi sarang nyamuk.

Hal itu banyak terjadi di perkotaan dengan pemukiman padat. Maka masyarakat kota, termasuk kota besar seperti Jakarta perlu memahami manajemen air hujan dengan mengurangi penutupan permukaan tanah dengan semen atau konblok, pembuatan sumur resapan, dan pembuatan biopori.

Selain itu, memanfaatkan air hujan melalui urban farming pun cukup berarti sebagai tindakan bijak selain dua kegiatan di atas. Bercocok tanam di rumah penduduk perkotaan dapat menggunakan berbagai bahan sebagai wadah atau media tanam. Seperti memanfaatkan paralon tak terpakai atau bekas sebagi pot PVC, bekas kemasan cat tembok, bahkan sepatu boots bekas pun bermanfaat.

Barang-barang bekas tersebut bisa dimanfaatkan untuk menanam tanaman hias atau sayuran untuk kebutuhan sendiri. Bahkan dapat berulang-ulang dilakukan dengan tanaman usia pendek. Seperti bawang merah, onclang, tomat, cabai, seledri, kangkung, sawi, selada, terung, atau lainnya.

Sistem penanaman di lahan sempit bisa dengan model vertikultur, yaitu dengan menggunakan pot vertikal. Bahkan bisa juga dengan penanaman tanpa media tanah, cukup dengan air atau istilahnya hidroponik.

Urban farming percantik rumah dan lingkungan

Foto: dokpri
Foto: dokpri

Kegiatan urban farming dengan pot-pot barang bekas memiliki banyak manfaat. Seperti menyediakan sayuran, tanaman obat, sekaligus mempercantik keindahan teras atau lingkungan tempat tinggal. Rumah dan teras penuh tanaman segar dan bunga warna-warni menarik dengan pot warna-warni pula membuat betah penghuninya, serta asri dipandang mata.

Warga kota dapat mengembangkan urban farming dengan ketermpilan merawat tanaman serta pengembangan media tanaman dengan berbagai kreasi dan bentuk yang diingini. Misalnya pot vertikal dengan paralon PVC, pot gantung dari ban mobil bekas, sepatu boots bekas, botol bekas dan sebagainya.

Selama musim kemarau penyiraman dapat dilakukan dengan air dari tandon yang dibuat, pupuk tanaman dapat diambilkan dari isi biopori yang telah membusuk. Tinggal mengatur jadwal perawatan rutin untuk tanaman-tanaman tersebut.

Sediakan pendukung kegiatan urban farming

Foto: pagarrumahunik.blogspot.com
Foto: pagarrumahunik.blogspot.com

Kegiatan urban farming sangat cocok untuk masyarakat kota yang kebanyakan memiliki lahan sempit dan terbatas, namun jarang dimanfaatkan. Sebaiknya hiasi rumah dengan tanaman dan manfaatkan lahan sempit dengan berbagai tanaman manfaat seperti tanaman sayuran, buah stroberi, dan tanaman obat, atau bahkan dibuat taman keluarga.

Untuk itu, sebagai masyarakat kota perlu turut mengembangkan urban farming dengan menyediakan selalu peralatan dan bahan-bahan pendukung. Sehingga ketika akan menanam, semua sudah tersedia.

Untuk alat-alat bisa menyediakan: solder, gergaji besi, cetok, sabit/pisau, kawat, selang kecil, lakban kertas, cat plastik warna-warni, gunting tanaman, tali plastik, lem paralon. Sementara untuk bahan bisa disediakan sabut kelapa, barang bekas seperti disebut di atas, toples roti bekas, kaleng bekas, karung goni bekas, media tanam yang bisa dibuat sendiri atau membeli.

Selain itu, bisa juga menyediakan bibit tanaman sayuran, tanaman obat, atau tanaman hias yang diingini. Bagi yang belum tahu caranya, dapat mencari tutorialnya di internet, kemudian mempraktikkannya. Ketika semua sudah siap, maka kita pun siap mendukung urban farming dalam rangka andil dalam kegiatan konservasi air. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun