"Ratmin, Kang Ratno dan Mbakyuku semua. Kertas-kertas ini bukan berisi wasiat, amanat, atau bahkan pembagian harta warisan yang terpendam dari ayah untuk kita."
"Lalu apa isi kertas-kertas itu?"
"Kertas-kertas ini bukan peninggalan ayah, tapi peninggalan kakek. Isinya hanya surat-surat piutang dan surat-surat pelunasan hutang. Tidak ada artinya bagi kita."
"Jadi ini semua peninggalan kakek? Bukan peninggalan ayah?" Yu Ratmi masih belum percaya.
"Welha, kukira wasiat tenan? Jebul kotaknya saja to?"
Akhinya Kang Ratno menyadari kekeliruannya, kemudian meminta maaf kepda bapak-bapak sesepuh dusun itu. Juga kepada adik-adiknya termasuk aku. Aku masih geli membayangkan kejadian itu. Ada-ada saja acara Kang Ratno agar aku pulang. Masih hal-hal yang sepele ternyata. Kejadian itu tetap merupakan kenangan yang menjadi hiburanku tatkala aku agak kesal dengan Kang Ratno yang masih saja menelponku untuk hal-hal yang sepele. (*)