Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa yang Terdekat Sering Menjadi Tempat Pelampiasan?

29 Januari 2025   04:20 Diperbarui: 29 Januari 2025   15:25 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siluet keluarga | Image by ICF MAKATI

Sebaliknya, kalau teman nanya hal yang sama, kita lebih sabar karena kita tidak punya ekspektasi bahwa mereka "harus" tahu kita sedang capek.

Pola Komunikasi dalam Keluarga

Komunikasi dalam keluarga seringkali menjadi akar masalah. Dalam banyak kasus, kita terbiasa berbicara tanpa filter dengan keluarga karena merasa nyaman. Tetapi, kebiasaan ini bisa membuat konflik kecil menjadi lebih besar. Pola ini terbentuk sejak lama, dan jika tidak disadari, akan terus berlanjut.

Coba kita jujur, gimana pola komunikasi kita sama keluarga? Apakah kita sering mendengarkan mereka, atau justru lebih sering memotong pembicaraan? Kadang, tanpa sadar, kita menganggap obrolan dengan keluarga itu tidak sepenting obrolan dengan teman.

John Gottman, dalam bukunya The Seven Principles for Making Marriage Work (1999), menyebutkan bahwa kualitas komunikasi di dalam keluarga sangat memengaruhi kedekatan emosional. Ketika kita sering mengabaikan atau meremehkan komunikasi dengan keluarga, jarak emosional bisa terbentuk. Inilah yang kadang bikin kita lebih “gampang kesal" ke mereka.

Solusinya? Mulai biasakan mendengar tanpa menyela. Coba praktikkan kesabaran yang sama seperti saat mendengar cerita teman. Mungkin memang tidak mudah di awal, tapi pelan-pelan, kamu akan merasa lebih nyaman.

Energi Emosional yang Terkuras

Stres dan kelelahan juga menjadi faktor besar. Setelah beraktivitas seharian di luar rumah, energi emosional kita sering kali habis. Begitu sampai rumah, kita merasa “nggak punya tenaga” untuk bersikap sabar. Dalam kondisi seperti ini, hal-hal kecil di rumah bisa memicu ledakan emosi.

Penelitian yang dipublikasikan di Journal of child and family studies (2014) menemukan bahwa tingkat stres seseorang memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan anggota keluarga. Ketika seseorang merasa stres, toleransi mereka terhadap konflik kecil menjadi lebih rendah. Dengan teman, situasinya berbeda karena interaksi biasanya terjadi di lingkungan yang lebih terkontrol dan waktu yang lebih singkat.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan? 

Pertama, sadari bahwa keluarga adalah orang yang penting dalam hidup kita. Mereka adalah orang yang akan tetap ada meskipun dunia luar terasa sulit.

Kedua, coba buat batasan emosional. Kalau kamu merasa capek setelah seharian beraktivitas, jangan langsung memaksakan diri untuk ngobrol panjang lebar. Beri waktu sejenak untuk menenangkan diri sebelum berinteraksi dengan keluarga.

Ketiga, perbaiki pola komunikasi. Mulai dengan hal sederhana seperti menyapa mereka dengan hangat, mendengarkan cerita mereka, atau bahkan sekadar bertanya, “Hari ini gimana?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun