Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Kebenaran Menjadi Relatif, Siapa yang Menentukan Standar?

3 Januari 2025   13:23 Diperbarui: 3 Januari 2025   13:23 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pikirkan ini! jika semua orang bebas melanggar janji hanya karena alasan pribadi. Dunia akan kacau, bukan? Prinsip Kant ini menjadi pengingat bahwa ada hal-hal yang harus tetap dipandang sebagai standar, meskipun kita menghargai perbedaan.

Kenapa Standar Itu Penting?

Standar moral bukan berarti kita memaksakan satu pandangan kepada semua orang. Sebaliknya, standar ini seperti kompas, membantu kita tetap berada di jalur yang benar meskipun ada banyak arah berbeda.

Dalam konteks hak asasi manusia, misalnya, standar internasional digunakan untuk melindungi individu dari pelanggaran, bahkan jika budaya setempat memiliki norma yang berbeda. Standar ini menjadi fondasi keadilan yang melampaui batasan geografis atau ideologis.

Tanpa standar ini, siapa yang akan membela hak-hak mereka yang tertindas? Bagaimana kita memastikan bahwa tindakan tidak etis, seperti eksploitasi tenaga kerja anak, tidak dilegitimasi hanya karena norma lokal mengizinkannya? Standar moral memberikan kita alat untuk menyaring mana yang dapat diterima dan mana yang tidak.

Tetapi, standar universal juga menghadapi tantangannya. Kita hidup di dunia yang kompleks, di mana budaya dan nilai-nilai lokal sering kali bertentangan dengan prinsip-prinsip global. Ini menuntut kita untuk berhati-hati agar tidak memaksakan pandangan universal yang bisa dianggap mengabaikan konteks lokal.

Relativisme, jika digunakan dengan bijak, sebenarnya membantu kita lebih toleran terhadap perbedaan. Tapi jika diterapkan tanpa batas, ia bisa menjadi alasan untuk mengabaikan pelanggaran etika.

Misalnya, ketika masyarakat internasional menghadapi pelanggaran hak asasi manusia di suatu negara, apakah mereka harus tetap menghormati kedaulatan negara tersebut, ataukah turun tangan untuk menegakkan standar universal? Inilah dilema relativisme yang sering kita hadapi.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?  

Mungkin solusi terbaik adalah kombinasi antara fleksibilitas dan prinsip. Kita perlu terbuka terhadap sudut pandang lain, tapi juga memiliki nilai-nilai dasar yang tidak bisa diganggu gugat, seperti keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Dan yang tak kalah penting, kita harus terus bertanya. Seperti yang diajarkan Kant, berpikirlah secara kritis, apakah tindakan ini baik bukan hanya untuk diriku, tapi juga untuk orang lain? Pertanyaan ini membantu kita mengevaluasi tindakan berdasarkan dampaknya terhadap komunitas yang lebih luas.

Menemukan Titik Temu

Kebenaran memang bisa jadi relatif, tapi bukan berarti semuanya abu-abu. Di tengah keragaman yang ada, kita butuh pedoman (sesuatu yang membantu kita tetap waras dalam menentukan benar dan salah).

Ahmad Syafii Maarif dalam bukunya mengingatkan bahwa relativisme tidak seharusnya menjadi alasan untuk melepaskan tanggung jawab moral. Tugas kita adalah menemukan keseimbangan antara menghormati perbedaan dan menjaga nilai-nilai universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun