Akhir-akhir ini, media sosial kembali diramaikan dengan viralnya seseorang yang dikenal sebagai penceramah, tapi tindakannya dianggap menunjukkan arogansi melalui kata-kata yang kurang pantas. Fenomena ini memancing banyak opini antara yang mendukung dan lebih banyak yang mengecam.
Tapi kali ini, saya tidak tertarik membahas benar atau salahnya peristiwa tersebut. Karena, setuju atau tidak, kita semua pernah menjadi pelaku. Seremeh apa pun, baik ucapan atau tindakan, ada kalanya kita menyakiti tanpa sadar, atau bahkan sengaja melakukannya. Â
Apa yang terjadi di luar sana menjadi pengingat, moral adalah sesuatu yang sering kita anggap tahu, tetapi jarang benar-benar kita pahami. Moral, jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah ajaran tentang baik dan buruk yang diterima secara umum perihal sikap, perbuatan, atau kewajiban.
Sementara itu, Rudy Hidana dkk,. (2020) dalam buku "Etika Profesi dan Aspek Hukum Bidang Kesehatan" menjelaskan bahwa moral adalah hukum perilaku yang diterapkan kepada setiap individu dalam bersosialisasi, sehingga tercipta rasa hormat dan saling menghormati antar sesama. Tapi, apakah kita benar-benar sudah memahami esensi dari kata itu? Â
Ada ironi di sini. Kita hidup di dunia yang semakin canggih, tetapi entah mengapa empati sering menjadi barang langka. Kata-kata yang seharusnya membawa kedamaian justru menjadi senjata.
Ucapan yang dianggap candaan ringan sering kali berakhir sebagai luka mendalam bagi mereka yang mendengarnya. Mungkin bagi kita, kata-kata itu tak berarti apa-apa. Tapi bagi orang lain, mereka adalah beban yang sulit terhapus.
Bayangkan seseorang yang setiap hari berjuang hanya untuk berdiri tegak, mungkin menghadapi kesulitan yang tidak kita ketahui entah itu kehilangan, tekanan, atau trauma masa lalu.
Kata-kata yang bagi kita sekadar gurauan bisa menjadi paku yang menancap di hatinya. Lalu, apa yang kita sebut "candaan" itu benar-benar pantas? Atau, apakah itu hanya topeng untuk membenarkan sikap tidak peduli kita?
Ini bukan tentang menuding atau menghitung kesalahan orang lain. Ini tentang diri kita sendiri. Setiap kita punya tanggung jawab untuk menakar ucapan dan tindakan. Tidak ada yang sempurna, tetapi itu bukan alasan untuk tidak mencoba.
Jika kita menyadari bahwa manusia berbeda-beda dalam menghadapi hidupnya, maka kita juga perlu memahami bahwa tidak semua orang punya kekuatan untuk menanggung kata-kata atau perlakuan buruk.