Akhir tahun bagi mahasiswa selalu memiliki nuansa yang kompleks. Di satu sisi, ada kegembiraan menyambut liburan atau momen refleksi bersama keluarga. Tapi, di sisi lain, ada tumpukan tugas, deadline, dan ekspektasi yang menggantung seperti awan gelap di atas kepala.
Desember, bagi banyak mahasiswa, bukan hanya akhir sebuah tahun, melainkan juga cermin yang memantulkan segala pencapaian atau mungkin kekecewaan yang telah mereka alami sepanjang perjalanan.
Sebagian mahasiswa mungkin memiliki ekspektasi yang tinggi di akhir tahun. Mereka ingin mengakhiri semester ini dengan sempurna IPK yang gemilang, proposal skripsi yang diterima, atau pekerjaan magang yang akhirnya menghasilkan sesuatu.
Tapi ekspektasi, sebagaimana sifatnya, sering kali menjadi pedang bermata dua. Ia bisa menjadi motivasi, tetapi juga bisa menyulut kecemasan yang membakar dari dalam. Ada yang merasa dirinya harus terus bergerak maju, tanpa jeda, tanpa ruang untuk berhenti, seolah kegagalan adalah dosa terbesar yang bisa mereka lakukan.
Seberapa realistis sebenarnya ekspektasi itu? Akhir tahun, bagi mahasiswa, tidak jarang menjadi periode yang melelahkan secara fisik maupun mental. Kalender akademik yang padat sering kali membuat mereka sampai di penghujung tahun dengan energi yang hampir habis.
Mahasiswa bukanlah robot, mereka bisa lelah, salah, bahkan kalah. Tapi ironisnya, banyak dari mereka yang terus memaksakan diri untuk mencapai kesempurnaan di tengah kondisi yang serba terbatas.
Di saat-saat seperti ini, muncul tekanan sosial yang tidak kalah kuatnya. Lingkungan sekitar, baik itu teman, keluarga, maupun media sosial, sering kali menjadi cermin yang memperbesar kekurangan diri.
Ketika orang lain memamerkan pencapaian mereka, mahasiswa yang merasa tertinggal hanya bisa terdiam, meragukan setiap langkah yang telah diambil.
Padahal, apa yang terlihat dari luar sering kali hanyalah sebagian kecil dari kenyataan. Di balik senyum kebahagiaan yang mereka lihat, mungkin ada perjuangan yang sama beratnya, jika tidak lebih.
Tetapi apakah ekspektasi harus selalu menjadi beban? Dalam momen refleksi di akhir tahun, mahasiswa perlu bertanya kepada dirinya sendiri, apakah semua target itu benar-benar berasal dari dalam hati, atau hanya sekadar memenuhi tuntutan eksternal?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!