Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dua Wajah Relasi, Antara Realistis dan Kepalsuan

27 November 2024   13:17 Diperbarui: 27 November 2024   13:25 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hubungan sosial | Image by Kompas.id/Heryunanto

Selain itu, realisme sering kali disalahartikan sebagai "kasar" atau "tidak sopan." Padahal, menjadi realistis tidak selalu berarti berkata tanpa filter, ini lebih tentang keberanian untuk menunjukkan apa yang sebenarnya kita pikirkan atau rasakan, tanpa khawatir akan penilaian orang lain.  

Kualitas atau Kuantitas?

Ketika dihadapkan pada pilihan antara memiliki banyak teman namun dangkal atau memiliki sedikit teman namun bermakna, sebagian besar orang tetap memilih yang pertama. Lingkaran sosial yang luas sering kali dianggap sebagai indikator kesuksesan sosial, bahkan kebahagiaan.

Namun, kualitas hubungan jarang menjadi perhatian utama. Ini terlihat dari bagaimana sebagian besar interaksi modern berlangsung: di media sosial, di mana jumlah "likes" atau "followers" menjadi ukuran populer. Di dunia ini, menjadi fake adalah strategi yang terbukti "efektif."

Di sisi lain, mereka yang memilih kualitas sering kali tidak terlihat. Lingkaran pertemanan mereka kecil, interaksi mereka jarang, tetapi hubungan yang ada penuh makna. Sayangnya, dunia tidak selalu memberikan penghargaan kepada mereka yang memilih jalan ini.

Belajar dari Realitas Ini

Intinya, pilihan ada di tangan masing-masing individu. Mau tetap menjadi fake demi diterima banyak orang, atau menjadi realistis dengan konsekuensi memiliki sedikit teman?  

Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa kedua pilihan ini memiliki harga yang harus dibayar. Menjadi fake mungkin membuat hidup terasa lebih ringan di permukaan, tetapi itu bisa membuat seseorang kehilangan identitas sejatinya. Sementara itu, menjadi realistis mungkin terasa lebih berat dan menyakitkan, tetapi itu adalah jalan menuju keaslian dan kebahagiaan yang lebih tulus.  

Dalam hidup, sering kali bukan jumlah yang penting, tetapi kualitas. Apakah teman-teman kita benar-benar ada saat kita butuh? Apakah mereka mengenal kita apa adanya? Atau mereka hanya hadir di saat semuanya tampak baik-baik saja?  

Realitas sosial ini mungkin tidak akan pernah berubah. Dunia akan terus menghargai kepalsuan karena itu membuat segalanya tampak lebih indah, lebih rapi. Tetapi, itu tidak berarti kita harus ikut-ikutan.

Memilih menjadi realistis memang sulit. Keheningan dan kesepian sering kali menjadi teman setia di jalan ini. Ada keindahan di dalamnya keindahan menemukan siapa kita sebenarnya dan siapa yang benar-benar peduli.

Hidup ini bukan tentang seberapa luas lingkaran sosial kita, melainkan tentang seberapa dalam hubungan yang kita miliki. Pada akhirnya, kejujuran mungkin tidak selalu diterima, tetapi itu akan selalu berarti.

Pena Naar, Belajar Mencoret...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun