Refleksi...
Pergi. Sebuah kata sederhana, yang sering kali menjadi simbol kebebasan, penemuan, atau bahkan pelarian.
Tapi, pergi ke mana? Dan apa yang harus kita bawa? Pertanyaan ini, meski terdengar klise, adalah inti dari bagaimana kita memahami perjalanan hidup.
Pergi bukan sekadar langkah kaki menuju tempat baru, bukan pula sekadar melarikan diri dari yang lama. Pergi adalah keputusan untuk bergerak, untuk berubah, untuk meninggalkan sesuatu demi menemukan yang lain.
Tapi apa yang sebenarnya kita cari? Jawabannya sering kali tidak berada di tempat yang kita tuju, melainkan di proses perginya itu sendiri.
Ketika kita memutuskan untuk pergi, ada banyak hal yang ingin kita bawa. Ambisi, harapan, dan mungkin segenggam luka. Tapi, apakah semua itu perlu? Tidak semua beban layak untuk dibawa.
Ada barang-barang yang harus ditinggalkan, kenangan pahit yang harus dilepaskan, dan ekspektasi yang perlu dikurangi. Pergi mengajarkan kita untuk memilah mana yang penting dan mana yang hanya memperberat langkah.
Hidup tidak pernah memberi peta. Kita tidak pernah benar-benar tahu ke mana perjalanan ini akan membawa. Tapi satu hal yang pasti, kita selalu membawa diri kita sendiri. Lalu, bagaimana jika diri kita adalah beban terbesar yang kita pikul?
Pergi, dalam pengertian yang lebih mendalam, juga berarti berdamai dengan diri. Menerima apa adanya, tanpa berusaha menjadi versi yang "sempurna"Â hanya untuk mencapai tujuan yang belum tentu nyata.
Ada yang percaya bahwa pergi berarti menemukan. Meskipun, tidak semua perjalanan menghasilkan jawaban. Ada kalanya kita hanya bertemu dengan lebih banyak pertanyaan. Tapi bukankah itu yang membuat perjalanan menjadi bermakna?
Hidup bukan tentang mencapai garis finish, melainkan tentang apa yang kita pelajari di sepanjang jalan, tentang diri, tentang dunia, dan tentang arti "rumah."