Sebagai seorang yang sedang belajar, saya bukanlah seorang guru. Tapi, saya hidup di tengah mereka. Beberapa rekan dekat, bahkan saudara sendiri, adalah guru. Dari mereka, saya belajar satu hal, menjadi guru bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan jiwa.
Setiap kali memasuki November dan Desember, saya menyaksikan sisi lain dari profesi ini, kesibukan yang seolah tak mengenal jeda, tugas-tugas yang datang bertubi-tubi, dan wajah-wajah yang tetap tersenyum meski di dalam hati penuh kelelahan.
Hari Guru Nasional pada 25 November seharusnya menjadi momen apresiasi. Tetapi, di lapangan, dua bulan terakhir setiap tahun justru penuh dengan hal-hal yang menyita tenaga dan pikiran.
Dari rekap nilai, menyusun soal ujian, memverifikasi dan mengunggah soal, hingga input nilai rapor. Jangan lupakan kegiatan Moderasi Beragama, penjemputan peserta PKL, dan persiapan modul pembelajaran untuk semester berikutnya.
Ini bukan sekadar cerita, ini adalah kenyataan. Para guru menjalani semua itu tanpa banyak keluhan. Saya sering melihat saudara atau teman yang masih berkutat dengan laptopnya hingga larut malam, menyusun soal atau memastikan data rapor terinput dengan benar.
Pernah suatu kali, saya bercanda dengan salah satu dari mereka, "Kapan istirahatnya, Pak?" Dia hanya tertawa kecil. "Istirahat nanti pas liburan semester. Eh, tapi liburan juga masih ada rapat, ya?"
Bagi mereka, November-Desember adalah bulan kerja keras tanpa jeda. Format kartu soal yang selalu berubah, verifikasi soal yang memakan waktu, hingga tenggat waktu yang datang bertumpuk, semuanya menguji ketahanan fisik dan mental.
Salah satu saudara saya bahkan pernah bergumam, "Tugas ini kayak nggak ada habisnya. Tapi ya, tetap harus diselesaikan."
Menariknya, meski beban kerja mereka luar biasa, para guru tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk siswa-siswanya. Mereka tidak hanya berperan sebagai pendidik, tetapi juga sebagai motivator, pembimbing, dan bahkan terkadang tempat curhat bagi anak-anak yang menghadapi masalah di luar kelas.
Di sela-sela kesibukan itu, selalu ada momen yang membuat saya kagum. Ketika seorang siswa datang dan mengucapkan terima kasih karena merasa terbantu dengan penjelasan guru, atau saat mereka mengirim pesan sederhana seperti, "Terima kasih, Pak/Bu, sudah sabar mengajari kami." Itu mungkin terlihat sepele, tetapi bagi seorang guru, momen seperti itu adalah hadiah yang tak ternilai.