Malam itu, saya belajar banyak. Bukan dari buku, bukan dari layar laptop, melainkan dari percakapan sederhana dengan seseorang yang dianggap "tak terlihat"Â oleh banyak orang.
Saya tidak pernah membayangkan bahwa malam itu, yang awalnya hanya tentang pertandingan bola, akan memberikan pelajaran hidup yang mendalam. Dunia ini sering kali tidak adil, bukan?
Orang-orang seperti lelaki tua itu hidup di bawah bayang-bayang, terpinggirkan oleh hiruk-pikuk kesibukan kita. Kita terlalu sibuk mengejar sesuatu, entah itu pekerjaan, uang, atau popularitas hingga lupa bahwa di sekitar kita ada manusia lain yang mungkin hanya butuh sedikit pengakuan.
Ketika dia berkata, "Tidak semua orang punya cara pandang seperti samean,"Â saya tahu itu bukan pujian. Itu pengingat. Pengingat bahwa menjadi manusia yang peduli adalah pilihan yang harus terus kita pertahankan, meski dunia ini penuh dengan egoisme dan ketidakpedulian.
Malam itu, pertandingan bola berakhir dengan 4-0. Tapi di hati saya, ada sesuatu yang lebih besar yang saya bawa pulang selain perasaan sedih dengan kekalahan Timnas tercinta.
Bahwa kita tidak pernah tahu seberapa besar dampak dari tindakan kecil kita terhadap hidup orang lain. Dan mungkin, seperti lelaki tua itu, kita semua hanya berharap untuk diingat sebagai manusia bukan lebih, bukan kurang.
Di tengah sorak-sorai dan tawa malam itu, saya sadar satu hal, manusia yang paling terlihat bukanlah mereka yang paling berisik, tetapi mereka yang paling peduli. Dan kadang, pelajaran paling berharga justru datang dari mereka yang tak terlihat.
Pena Narr, Belajar Mencoret...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H