Sedikit bercerita...
Sebagai angkatan 2019, kami adalah generasi yang mungkin akan selalu diingat sebagai "angkatan terakhir" yang merasakan Ujian Nasional (UN). Bagi banyak orang di luar sana, mungkin UN hanyalah sekadar ujian akhir.
Tapi, bagi kami, UN adalah sebuah penanda besar, akhir dari perjalanan panjang yang telah kami mulai sejak pertama kali masuk sekolah. UN tak ubahnya seperti ujian untuk hidup itu sendiri, setiap nilai, setiap usaha, setiap momen terasa mengarah pada satu titik yang mendebarkan.
Di dalam ruang kelas, saya masih bisa mengingat suasana menjelang UN. Kami semua berkumpul dalam kesunyian yang canggung. Semua orang tampak serius, menekuni buku dan catatan dengan penuh konsentrasi, seolah menghafal setiap kata menjadi sebuah mantra ajaib.
Di luar sana, orang tua kami tak kalah sibuk, mereka memberi kami semangat, mendoakan, bahkan kadang sedikit menekan agar kami mendapat nilai yang memuaskan.
Di sekeliling kami, setiap orang tampaknya punya pendapat sendiri tentang UN. Ada yang melihatnya sebagai jalan pintas untuk masuk sekolah favorit, ada yang menganggapnya beban, bahkan ada yang merasa tak perlu terlalu serius. Meski demikian, di tengah semua itu saya merasa sebuah tekanan yang cukup besar.
Hari-hari menjelang ujian terasa lebih cepat dari biasanya. Kami seperti dikejar waktu. Seperti berlari di lorong panjang yang akhirnya membawa kami ke satu pintu besar yang harus kami buka bersama.
Saya masih ingat, setiap malam, bahkan setelah jam belajar selesai, pikiran saya tak lepas dari soal-soal ujian. Ada kekhawatiran, ada ketakutan, tetapi juga ada semangat yang terus mendorong.
Kami berusaha sebaik mungkin, karena kami tahu, sekali ujian itu lewat, tak ada lagi kesempatan kedua. Itulah mungkin mengapa banyak dari kami merasa bahwa UN adalah momen yang begitu krusial.
Selama masa persiapan itu, saya mulai merenung. Apakah UN ini benar-benar seberarti itu? Apakah hidup kami ditentukan hanya oleh beberapa hari ujian? Setiap hari, kami diajarkan untuk memahami berbagai materi pelajaran, tetapi juga belajar hal-hal di luar akademik tentang kerja sama, tentang menghormati orang lain, tentang belajar menerima kekurangan.
Guru-guru kami memberi kami pengetahuan, bukan hanya untuk ujian, tetapi juga untuk kehidupan yang sebenarnya. Mereka mengajarkan kami untuk menjadi manusia yang lebih baik, bukan hanya pelajar yang pintar. UN memang menekankan pada nilai dan pencapaian akademis, tetapi di sisi lain, pendidikan adalah lebih dari itu semua.
Akhirnya, hari ujian tiba. Pagi itu, ruang kelas terasa berbeda. Di dalam kelas, semua duduk dalam kesunyian penuh harap dan ketegangan. Saat lembar soal ditampilkan di layar komputer, saya merasa seperti berada di ambang tebing. Ada rasa takut, namun juga ada rasa yakin.
Seolah semua upaya, waktu, dan usaha kami selama ini akan diuji dalam beberapa jam saja. Ketika akhirnya saya mulai mengisi soal, entah mengapa, rasa takut itu berubah menjadi ketenangan. Semua materi yang telah saya pelajari mulai mengalir.
Dan saya merasa, apa pun hasilnya nanti, saya telah berusaha. Saya telah melewati bagian terberat menyiapkan diri, melawan rasa takut, dan menghadapi ketidakpastian.
UN bukan hanya tentang angka atau nilai, tetapi tentang apa yang kami dapatkan dari pengalaman itu. Ketika akhirnya ujian selesai, saya merasa lega, namun juga ada sedikit kebingungan. Apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah semua ini berarti? Saya menyadari bahwa UN hanyalah satu bagian kecil dari kehidupan.
Nilai yang tercantum di rapor hanyalah angka. Semua pengalaman, setiap malam yang saya habiskan untuk belajar, semua kebingungan dan harapan, semua itu tak bisa tergantikan oleh nilai apa pun.
Dari UN, saya belajar sesuatu yang lebih dalam bahwa hidup adalah tentang bagaimana kita menghadapi setiap ujian, bukan tentang seberapa tinggi nilai yang kita dapatkan.
UN memberi kami pelajaran berharga tentang ketangguhan, tentang bagaimana menghadapi tantangan tanpa menyerah, tentang menerima hasil dari usaha keras dengan ikhlas.
Di sisi lain, UN juga memberi saya pandangan bahwa pendidikan sejati adalah tentang bagaimana kita tumbuh dan berkembang menjadi individu yang lebih baik, bukan hanya tentang nilai akademis.
Ketika akhirnya hasil UN keluar, kami semua menerima apa pun yang telah kami raih. Ada yang bahagia, ada yang sedikit kecewa, tetapi semuanya telah berusaha. Kami sadar bahwa nilai itu bukan segalanya.
Bahwa perjalanan pendidikan yang kami lalui jauh lebih berharga daripada sekadar angka di atas kertas. Pendidikan adalah tentang membentuk kami menjadi pribadi yang siap menghadapi hidup, yang bisa berpikir kritis, yang bisa beradaptasi dan berkembang di berbagai situasi.
Jadi, apakah UN perlu ada untuk mengukur kualitas pendidikan? Mungkin jawabannya tidak sesederhana itu. UN adalah alat untuk mengukur capaian akademis, tetapi bukan satu-satunya cara untuk menilai potensi setiap individu.Â
Kami adalah angkatan yang bangga bisa melewati UN, tetapi kami juga berharap bahwa pendidikan di Indonesia dapat terus berkembang ke arah yang lebih baik.
Evaluasi sistem pendidikan perlu lebih efektif, mampu benar-benar menggambarkan perkembangan setiap siswa, mengasah kemampuan mereka sesuai bakat dan minat, bukan hanya sekadar angka.
Ada atau tidaknya UN di masa depan, harapannya adalah evaluasi pendidikan bisa menjadi lebih bermakna, lebih jujur, dan lebih relevan dengan dunia nyata yang akan kami hadapi.
Pena Narr, Belajar Mencoret...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H