Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memahami Pendidikan Humanis, Mengapa Rasa Hormat Kian Luntur?

12 November 2024   18:37 Diperbarui: 13 November 2024   16:23 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru | Image by Kompas.id

Pendekatan humanis seolah-olah menjadi pedang bermata dua, di satu sisi ia membawa angin segar untuk mendidik tanpa kekerasan, namun di sisi lain ia membuka celah yang membuat batas-batas hormat antara guru dan siswa menjadi semakin kabur. Di era yang serba modern ini, di mana disiplin keras dianggap kuno, bagaimana seharusnya seorang guru mendidik?

Mengapa Rasa Hormat Itu Kian Memudar?

Mungkin kita perlu sedikit mundur dan mengingat, bagaimana pola pendidikan pada masa lalu. Dulu, guru adalah sosok yang hampir tidak tergantikan. Mereka dihormati bukan hanya karena ilmu yang mereka miliki, tetapi juga karena kedisiplinan yang ditegakkan. Ada garis batas yang begitu jelas antara guru dan siswa, garis batas yang menciptakan rasa segan, tapi juga penuh rasa hormat.

Lihatlah saat ini, kita hidup di zaman di mana batas-batas itu semakin kabur. Pendidikan humanis memang mengajarkan bahwa semua manusia, baik guru maupun siswa, harus diperlakukan dengan penuh empati dan tanpa kekerasan.

Akan tetapi, konsep ini terkadang ditafsirkan berbeda oleh generasi muda. Tanpa adanya disiplin yang ketat, banyak siswa yang merasa seolah memiliki hak yang sama dengan guru mereka dalam segala hal, termasuk dalam hal menghargai.

Rasa hormat tidak lagi datang dari rasa segan, tetapi dari hubungan setara yang kadang kala justru melunturkan rasa tanggung jawab siswa itu sendiri.

Di sisi lain, guru dihadapkan pada dilema yang rumit. Dalam satu sisi, mereka ingin mendidik dengan penuh kelembutan, memanusiakan setiap jiwa yang berada di depan mereka. Tapi di sisi lain, mereka harus menegakkan disiplin, memastikan bahwa pendidikan tetap berjalan dengan baik.

Di tengah dua pilihan ini, sering kali mereka harus menerima kenyataan bahwa usaha memanusiakan siswa tidak selalu diiringi dengan sikap yang sama dari siswa terhadap mereka. Betapa ironi ini kadang kala membuat hati kecil para pendidik terluka.

Pendidikan yang Terus Beradaptasi

Menghadapi situasi ini, kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya konsep pendidikan humanis, juga tidak bisa serta-merta menyalahkan siswa. Kurikulum terus berkembang menyesuaikan dengan kebutuhan zaman, termasuk di dalamnya konsep pendidikan humanis.

Pendidikan humanis hadir bukan tanpa tujuan, ia berusaha mendekatkan guru dan siswa, menciptakan suasana belajar yang lebih nyaman dan tidak lagi dipenuhi ketakutan. Namun, konsep ini harus diiringi dengan pemahaman yang benar tentang batas-batas yang tetap harus ada antara guru dan siswa.

Banyak pendidik yang percaya bahwa pendidikan adalah proses dua arah. Untuk menciptakan rasa hormat, guru dan siswa harus saling menghargai. Siswa perlu diajarkan bahwa menghargai tidak hanya berlaku kepada teman sebaya, tetapi juga kepada guru yang merupakan bagian dari proses belajar mereka.

Pendidikan humanis bukan berarti hilangnya disiplin, melainkan sebuah jalan yang lebih lembut untuk menggapai kedisiplinan itu sendiri.

Harapan untuk Generasi Masa Depan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun