Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketika Teguran Menjadi Polemik, Mengapa Guru Kian Hati-Hati?

29 Oktober 2024   19:24 Diperbarui: 30 Oktober 2024   08:49 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, media sosial diramaikan dengan meme dan video parodi tentang guru yang tampak enggan menegur murid-muridnya, bahkan ketika mereka tidur di kelas, berkelahi, atau melakukan perundungan.

Video-video tersebut, walau dibuat untuk tujuan hiburan, sebenarnya mencerminkan keresahan yang lebih mendalam di masyarakat kita.

Fenomena ini muncul setelah berbagai kejadian yang memperlihatkan bahwa guru kerap kali menghadapi dilema dalam menjalankan tugasnya, terutama saat harus menegur atau mendisiplinkan murid.

Beberapa waktu yang lalu, publik sempat dihebohkan dengan kasus seorang guru yang dilaporkan ke polisi setelah menegur seorang siswa.

Kasus semacam ini membuat banyak guru merasa berada dalam posisi serba salah, di mana niat baik untuk menegakkan disiplin di sekolah justru bisa disalahartikan dan berujung pada tuntutan hukum.

Dalam kondisi ini, guru yang seharusnya berperan sebagai pendidik dan pengarah untuk membantu siswa memahami batasan perilaku, sering kali merasa terbatasi.

Mereka dihadapkan pada pilihan sulit antara menegur siswa sesuai tanggung jawab mereka atau diam untuk menghindari risiko konflik dengan pihak luar, khususnya orang tua siswa.

Dulu, mungkin kita pernah mendengar ungkapan bahwa "guru adalah orang tua kedua di sekolah." Di balik kata-kata ini ada keyakinan bahwa guru juga punya hak untuk mendisiplinkan, mengajarkan nilai-nilai kehidupan, bahkan menegur jika siswa melakukan kesalahan.

Tapi, saat ini posisi guru di mata sebagian orang tua tampaknya sudah berubah. Setiap tindakan guru yang bersifat mengingatkan atau mendisiplinkan siswa dapat dianggap sebagai bentuk perlakuan yang tidak menyenangkan atau bahkan melampaui batas.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, apakah batasan antara tugas mendidik dan tanggung jawab moral seorang guru menjadi kabur di mata masyarakat?

Bagi para guru, perubahan sikap masyarakat ini menciptakan tantangan yang nyata. Ketika mereka tidak bisa bebas mendisiplinkan siswa karena takut disalahpahami, maka kualitas pendidikan yang diberikan bisa jadi terpengaruh. Mereka mungkin menghindari pendekatan tegas yang dianggap berisiko, meski metode tersebut bertujuan untuk membentuk kedisiplinan siswa.

Ironisnya, ini justru bisa berdampak negatif pada karakter siswa itu sendiri, karena mereka mungkin tidak lagi merasakan adanya konsekuensi atas perilaku yang melanggar aturan.

Jika sekolah sebagai tempat belajar tidak bisa memberikan batasan yang jelas pada siswa, siapa yang akan mengajarkan mereka tentang tanggung jawab dan kedisiplinan?

Situasi ini tidak hanya berdampak pada hubungan antara guru dan siswa, tetapi juga pada dunia pendidikan secara keseluruhan. Guru yang merasa khawatir terhadap konsekuensi dari tindakan mendisiplinkan siswa cenderung memilih untuk hanya fokus pada penyampaian materi, tanpa ada upaya untuk membentuk karakter siswa lebih jauh.

Hal ini membuat proses belajar mengajar menjadi kurang efektif dan penuh tekanan, baik bagi guru maupun siswa. Sementara itu, siswa yang tidak menerima teguran atas perilaku yang tidak pantas cenderung merasa bebas untuk mengulangi perilaku tersebut.

Akhirnya, hal ini bisa menciptakan lingkungan belajar yang kurang kondusif, di mana siswa tidak merasa ada batasan terhadap perilaku mereka, sedangkan guru hanya berperan sebagai penyampai informasi semata.

Ilustrasi guru | Image by Kompas.id/Didie SW
Ilustrasi guru | Image by Kompas.id/Didie SW

Penting untuk dipahami bahwa situasi ini bukan tentang mencari siapa yang salah atau benar, tetapi bagaimana kita bisa mendukung terciptanya lingkungan belajar yang sehat dan penuh rasa saling menghormati.

Keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan tentu sangat penting, namun pendekatan yang tepat dalam menghadapi isu ini adalah melalui komunikasi yang baik dan terbuka antara pihak sekolah dan keluarga siswa.

Jika ada masalah yang terjadi di sekolah, sebaiknya pihak keluarga dan sekolah bekerja sama untuk mencari solusi terbaik, alih-alih langsung menempuh jalur hukum yang bisa memperkeruh keadaan. Orang tua perlu menyadari bahwa guru tidak hanya bertugas menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga membimbing siswa untuk tumbuh menjadi individu yang disiplin dan bertanggung jawab.

Sementara itu, guru juga perlu terus mengembangkan cara-cara yang lebih efektif dalam menghadapi siswa yang bermasalah, dengan mengutamakan pendekatan yang empatik dan komunikatif.

Dari sisi sekolah, kebijakan internal yang jelas juga sangat diperlukan agar guru merasa mendapat dukungan dalam menjalankan tugasnya. Sekolah perlu memiliki pedoman yang jelas terkait prosedur menangani masalah kedisiplinan, sehingga guru tidak merasa tertekan atau terancam saat harus mengambil tindakan tertentu.

Dengan adanya pedoman ini, guru bisa lebih percaya diri dalam menangani siswa yang bermasalah, dan pihak sekolah juga bisa mendukung mereka dengan lebih baik jika terjadi konflik. Selain itu, pelatihan bagi guru tentang cara-cara mendidik yang lebih efektif juga bisa menjadi solusi.

Dengan pelatihan ini, guru akan dibekali dengan berbagai metode yang bisa mereka terapkan untuk menghadapi siswa dengan cara yang lebih positif dan meminimalkan potensi konflik.

Dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat, peran pemerintah dalam melindungi profesi guru juga sangat penting. Pemerintah perlu menyusun regulasi yang jelas untuk melindungi guru dari ancaman hukum yang tidak berdasar, serta menyediakan ruang bagi guru untuk menjalankan tugas mendidik secara penuh.

Dengan adanya regulasi ini, guru bisa merasa lebih tenang dan fokus dalam menjalankan tugas mereka. Perlindungan hukum bagi guru juga akan memberi sinyal positif kepada masyarakat bahwa profesi guru adalah profesi yang patut dihormati dan didukung.

Pendidikan adalah usaha bersama yang melibatkan semua pihak baik guru, siswa, orang tua, sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Peran guru sangat penting, bukan hanya dalam hal menyampaikan ilmu, tetapi juga dalam membentuk karakter siswa.

Ketika guru mendapat kepercayaan dan dukungan dari semua pihak, mereka bisa bekerja dengan tenang dan maksimal. Sebaliknya, jika guru selalu berada dalam posisi serba salah, kualitas pendidikan di sekolah pun akan terpengaruh.

Melalui kerja sama yang harmonis antara orang tua dan guru, serta dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik. Pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga soal membentuk sikap dan kepribadian yang baik.

Jika kita ingin melihat generasi yang bertanggung jawab dan berdisiplin, maka kita harus memberikan kepercayaan kepada guru untuk melakukan perannya tanpa rasa takut.

Pena Narr, Belajar Mencoret...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun