Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Virtual Escapism, Apakah Kita Benar-Benar Melarikan Diri atau Menghindari Realita?

2 Oktober 2024   07:22 Diperbarui: 2 Oktober 2024   07:48 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustarasi virtual escapism | Image by Meson-Digital

Pernahkah kamu merasa begitu lelah dengan segala tuntutan dunia nyata hingga tanpa sadar kamu mencari pelarian di dunia maya? Saat ini, kita hidup di era di mana teknologi mendominasi hampir setiap aspek kehidupan kita.

Dari saat kita bangun hingga tidur lagi, dunia virtual selalu ada, siap menanti kita untuk dijelajahi. Mulai dari video game, media sosial, hingga serial streaming yang tak ada habisnya, kita terus-menerus terhubung dengan dunia yang tampaknya lebih menyenangkan dibanding realita.

Namun, ketika kita begitu terlibat di dalamnya, muncul pertanyaan besar, apakah kita benar-benar melarikan diri dari stres atau justru menghindari masalah yang ada?

Virtual escapism atau melarikan diri ke dunia virtual saat ini menjadi fenomena umum. Coba perhatikan, berapa jam sehari kamu habiskan untuk scroll Instagram, bermain game, atau menonton Netflix? Tentu saja, semuanya tampak menyenangkan dan menghibur.

Ilustrasi Scrolling Instagram | Image by Grid.id
Ilustrasi Scrolling Instagram | Image by Grid.id

Tapi di balik kesenangan itu, mungkin ada alasan lebih dalam mengapa kita terus-menerus mencari dunia virtual. Dunia nyata penuh dengan tuntutan, tekanan pekerjaan, tugas sekolah, hingga drama kehidupan sosial yang bisa bikin pusing. Jadi, tak heran jika kita ingin lari sejenak ke dunia yang terasa lebih "ringan."

Namun, melarikan diri ke dunia virtual tidak selalu berarti hal buruk. Bahkan, bagi sebagian orang, ini menjadi cara efektif untuk mengatasi stres jangka pendek. Setelah bekerja seharian, menonton video lucu di YouTube atau bermain game bisa jadi solusi cepat untuk melepaskan penat.

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu pernah merasa lebih rileks setelah beberapa jam bersantai dengan game favorit atau menonton serial favorit? Itu wajar! Otak kita butuh waktu untuk istirahat, dan kadang-kadang dunia virtual bisa menjadi tempat yang aman untuk recharge energi.

Tapi tunggu dulu. Apa jadinya jika pelarian ini terus-terusan menjadi kebiasaan? Di sinilah letak masalahnya. Ketika kita mulai lebih sering menghabiskan waktu di dunia maya daripada di dunia nyata, kita mungkin sedang menghindari sesuatu yang lebih serius.

Misalnya, bukannya menghadapi stres di tempat kerja atau masalah dalam hubungan, kita memilih untuk "kabur" ke dunia virtual. Rasanya lebih mudah, bukan? Tak ada yang menyalahkanmu, tak ada yang menghakimimu. Tetapi jika kita terus-menerus memilih untuk lari, kapan kita akan benar-benar menghadapi kenyataan?

Pikirkan tentang ini, Setiap kali kamu melarikan diri ke dunia maya, apakah kamu merasa lebih baik atau justru merasa kosong setelahnya? Kadang, dunia virtual yang kita gunakan untuk melarikan diri hanya menawarkan kesenangan sementara.

Setelah itu, masalah yang kita hindari tetap ada, bahkan mungkin terasa lebih besar karena kita tidak segera menyelesaikannya. Virtual escapism, jika dilakukan berlebihan, bisa membuat kita semakin jauh dari realitas.

Ilustrasi virtual reality | Image by Medium.com/Daniel Williams
Ilustrasi virtual reality | Image by Medium.com/Daniel Williams

Kita mungkin mulai kehilangan kemampuan untuk mengelola masalah sehari-hari, karena kita lebih terbiasa melarikan diri daripada menghadapi tantangan.

Namun, jangan salah paham. Virtual escapism tidak sepenuhnya buruk. Seperti halnya cara lain untuk melepaskan stres, semuanya kembali ke soal bagaimana kita menggunakannya.

Jika kita menggunakan dunia virtual sebagai tempat untuk mengambil jeda sesaat, mengumpulkan energi, lalu kembali menghadapi dunia nyata, itu adalah hal yang sehat.

Misalnya, setelah seharian menghadapi rapat atau tugas yang tak ada habisnya, bermain game selama satu atau dua jam bisa memberikan ruang bagi otak kita untuk beristirahat.

Tapi ingat, jangan sampai pelarian ini menjadi cara untuk menghindari realita sepenuhnya. Alih-alih kabur terus-menerus, mengapa tidak mencoba menghadapi masalah satu per satu? Mungkin terdengar berat, tapi menghadapi tantangan di dunia nyata bisa memberi kita rasa pencapaian yang jauh lebih memuaskan.

Bayangkan betapa bangganya dirimu ketika kamu berhasil menyelesaikan tugas yang awalnya terasa mustahil. Bukankah itu lebih baik daripada terus melarikan diri?

Kuncinya ada pada keseimbangan. Dunia virtual ada untuk dinikmati, tetapi kita juga harus tetap ingat bahwa hidup kita berlangsung di dunia nyata. Bukan berarti kamu harus berhenti total dari semua aktivitas virtual, tetapi cobalah menggunakannya dengan bijak.

Ilustrasi bermain game | Image by Suara.com
Ilustrasi bermain game | Image by Suara.com

Tentukan waktu tertentu untuk "melarikan diri" dan pastikan kamu juga memberi ruang untuk menghadapi tantangan di dunia nyata. Misalnya, setelah bermain game atau berselancar di media sosial, tanyakan pada diri sendiri, "Apa yang bisa aku lakukan sekarang untuk menghadapi masalah yang ada?"

Dengan begitu, kamu tidak hanya mengandalkan dunia virtual sebagai pelarian, tetapi juga membangun kebiasaan untuk menghadapi kenyataan dengan lebih berani.

Jadi, virtual escapism, apakah kita benar-benar melarikan diri atau menghindari realita? Jawabannya mungkin tergantung pada bagaimana kita memanfaatkannya. 

Dunia virtual bisa menjadi tempat yang aman untuk sejenak, tetapi jangan biarkan dirimu tenggelam terlalu lama di dalamnya. Dunia nyata, dengan segala tantangannya, adalah tempat kita tumbuh dan belajar. Jangan lupa untuk kembali.

Pena Narr, Belajar Mencoret...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun