Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Unfollow Drama, Follow Peace

29 September 2024   11:44 Diperbarui: 30 September 2024   11:50 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu merasa hidup ini seperti ladang drama yang tidak pernah ada habisnya? Media sosial penuh dengan adu argumen, gosip, dan hal-hal kecil yang bisa meledak menjadi isu besar dalam hitungan detik.

Teman atau kolega sering kali terlibat konflik yang sebenarnya tidak perlu, tapi entah kenapa selalu ada di sekitarmu. Rasanya, semakin kamu berusaha menjauhi drama, semakin ia mendekat dengan cara yang lebih licin dan tak terduga.

Nah, jika kamu sudah mulai merasa penat dengan semua drama yang seolah tak berujung, mungkin sudah saatnya untuk unfollow drama, follow peace. Kedengarannya sederhana, tapi bagaimana caranya?

Mengapa Kita Suka Terjebak dalam Drama?

Coba kita jujur sejenak. Sebagian dari kita mungkin menikmati sedikit drama. Iya, ada kepuasan tersendiri saat kita mengikuti perkembangan konflik orang lain, baik itu di media sosial atau dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa? Karena drama memberikan stimulasi emosional yang cepat dan instan.

Ada semacam ketegangan yang secara tak sadar, membuat kita merasa "terlibat." Bahkan ketika drama itu tidak secara langsung berkaitan dengan kita, otak kita terpicu untuk memperhatikannya dan sering kali, kita merasa seperti penonton di teater konflik yang seru.

Namun, di balik kesenangan sesaat ini, drama juga membawa efek negatif yang mendalam. Ia menguras energi, membebani pikiran, dan bisa menyebabkan stres yang sebenarnya tak perlu.

Drama menarik kita untuk terus ikut campur, seolah-olah tanpa kita, cerita itu tidak akan lengkap. Tapi, apakah kita benar-benar perlu terlibat dalam setiap drama yang muncul?

Langkah 1: Menentukan Batasan pada Media Sosial

Mari kita mulai dari lingkungan yang paling sering menjadi sumber drama, yups media sosial. Pernah tidak, kamu scroll timeline dan menemukan postingan yang isinya konflik, debat, atau bahkan drama antar pengguna? Nah, itulah salah satu sumber utama drama di era modern ini.

Algoritma media sosial memprioritaskan konten yang dapat memicu reaksi emosional, baik itu berupa suka, komentar, atau bahkan kemarahan. Semakin banyak orang terlibat, semakin besar drama itu berkembang.

Kuncinya adalah kontrol. Kamu tidak harus mengikuti semua akun yang membuat emosimu teraduk-aduk. Jika ada akun yang selalu memposting hal-hal negatif atau memicu drama, pertimbangkan untuk meng-unfollow mereka.

Jangan ragu untuk bersikap tegas terhadap apa yang masuk ke dalam timeline-mu. Ingat, media sosial itu seperti rumah virtual. Kamu yang menentukan siapa yang boleh masuk dan siapa yang harus dikeluarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun