Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Etika Berkritik Mahasiswa di Media Sosial, Kritik atau Penghinaan?

5 September 2024   09:51 Diperbarui: 5 September 2024   10:06 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi etika berkritik | Image by cahayaislam.id

Di era digital ini, media sosial telah menjadi alat yang sangat efektif bagi mahasiswa untuk menyuarakan opini dan pandangan mereka terhadap berbagai isu, termasuk kebijakan pemerintah. Platform-platform seperti Twitter, Instagram, Tiktok, dan Facebook memberikan ruang yang luas bagi diskusi publik dan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang dinilai kurang tepat.

Namun, semakin maraknya mahasiswa yang menggunakan media sosial untuk menyampaikan kritik menimbulkan pertanyaan penting: apakah yang mereka sampaikan benar-benar kritik yang membangun, atau justru lebih menyerupai penghinaan?

Mahasiswa sebagai kaum intelektual yang sedang berkembang, diharapkan mampu menyampaikan kritik dengan cara yang rasional, sopan, dan konstruktif. Namun, batas antara kritik dan penghinaan sering kali menjadi kabur di media sosial, di mana pesan-pesan sering kali disampaikan secara cepat dan impulsif.

Kritik dan Penghinaan, Perbedaan yang Mendasar

Untuk memahami etika berkritik, kita harus terlebih dahulu membedakan antara kritik dan penghinaan. Kritik adalah penyampaian pandangan atau evaluasi terhadap sesuatu, yang bertujuan untuk memberi masukan atau saran perbaikan.

Kritik bisa dianggap sebagai bagian dari demokrasi yang sehat, karena membuka ruang untuk diskusi dan memperbaiki kesalahan. Dalam konteks politik atau kebijakan pemerintah, kritik sering kali ditujukan untuk mengevaluasi kinerja pejabat publik atau kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat.

Di sisi lain, penghinaan adalah tindakan merendahkan atau menyerang pihak lain, yang biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mempermalukan atau menyakiti. Penghinaan tidak memberikan saran konstruktif, melainkan hanya menimbulkan kebencian dan memperkeruh suasana. Di media sosial, penghinaan sering kali muncul dalam bentuk serangan pribadi, ujaran kebencian, atau penggunaan bahasa yang kasar dan tidak pantas.

Perbedaan antara kritik dan penghinaan sering kali terletak pada nada, tujuan, dan cara penyampaian. Kritik bertujuan untuk memperbaiki keadaan, sedangkan penghinaan hanya memicu konflik. Sebuah kritik yang baik tidak hanya menyoroti kelemahan atau kekurangan, tetapi juga menawarkan solusi atau alternatif.

Media Sosial sebagai Platform Kritik

Media sosial memberikan ruang yang luas bagi mahasiswa untuk menyuarakan pendapat mereka, terutama karena sifatnya yang terbuka dan mudah diakses. Dengan satu unggahan, mahasiswa dapat mencapai ribuan atau bahkan jutaan orang, yang memungkinkan kritik mereka mendapatkan perhatian yang lebih luas dibandingkan dengan metode tradisional seperti diskusi di ruang kelas atau artikel opini di koran kampus. Media sosial memungkinkan mahasiswa untuk menyampaikan kritik secara langsung kepada pemerintah atau pihak terkait.

Namun, tantangan terbesar yang dihadapi dalam menyampaikan kritik melalui media sosial adalah kecepatan dan impulsivitas. Unggahan di media sosial sering kali dibuat secara spontan, tanpa perencanaan atau pemikiran yang matang. Akibatnya, kritik yang disampaikan bisa saja terkesan emosional, dangkal, atau bahkan berujung pada penghinaan. Di sinilah pentingnya pemahaman etika dalam berkritik.

Pentingnya Etika Berkritik di Media Sosial

Etika berkritik adalah pedoman moral dan sosial yang harus dipegang oleh setiap individu, terutama mahasiswa, saat menyampaikan kritik di ruang publik, termasuk media sosial. Etika berkritik menuntut adanya tanggung jawab dalam penyampaian pendapat agar tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberikan masukan yang berguna. Kritik yang etis harus berdasarkan fakta, disampaikan dengan bahasa yang sopan, dan tidak bermaksud untuk menyakiti pihak yang dikritik.

Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam etika berkritik, yaitu:

1. Berbasis Fakta

Kritik yang baik harus didasarkan pada informasi yang akurat dan valid. Mahasiswa sebagai kaum intelektual memiliki akses lebih luas terhadap data dan informasi yang dapat mendukung kritik mereka. Penyampaian kritik yang tidak berbasis fakta dapat dianggap sebagai fitnah atau penghinaan, yang merusak kredibilitas kritik itu sendiri.

2. Menghindari Ad Hominem

Ad hominem adalah jenis argumen yang menyerang karakter atau sifat pribadi seseorang alih-alih fokus pada isu yang dikritik. Dalam konteks kritik terhadap kebijakan pemerintah, serangan pribadi terhadap pejabat atau tokoh publik hanya akan merusak substansi kritik. Sebaliknya, kritik harus fokus pada isu atau kebijakan yang menjadi sorotan.

3. Menggunakan Bahasa yang Sopan

Bahasa yang digunakan dalam kritik harus tetap santun dan tidak kasar. Penggunaan bahasa yang kasar atau provokatif hanya akan memperkeruh suasana dan membuat kritik tersebut sulit diterima oleh pihak yang dikritik maupun audiens yang lebih luas.

4. Memberikan Solusi

Kritik yang baik tidak hanya mengungkapkan masalah, tetapi juga menawarkan solusi atau alternatif. Dengan demikian, kritik menjadi lebih konstruktif dan memberikan kontribusi nyata terhadap perbaikan situasi yang dikritik.

5. Menghormati Perbedaan Pendapat

Di media sosial, diskusi sering kali melibatkan banyak orang dengan pandangan yang berbeda-beda. Mahasiswa harus terbuka terhadap perbedaan pendapat dan menghindari sikap memaksakan pandangan pribadi. Kritik yang disampaikan harus tetap menghormati pandangan orang lain, bahkan jika berbeda.

Mahasiswa dan Tanggung Jawab Sosial

Sebagai bagian dari kaum intelektual, mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial yang lebih besar dalam menyampaikan kritik. Kritik yang mereka sampaikan harus mencerminkan pendidikan dan pengetahuan yang mereka peroleh selama ini. Lebih dari sekadar mengekspos kesalahan atau ketidakpuasan, mahasiswa diharapkan mampu menyampaikan kritik yang berbobot, berbasis data, dan menawarkan solusi.

Di media sosial, di mana emosi sering kali lebih dominan daripada rasionalitas, mahasiswa harus bisa menjadi contoh dalam menjaga etika berkritik. Mahasiswa yang terlibat dalam penghinaan, ujaran kebencian, atau menyebarkan hoaks melalui kritik yang mereka sampaikan, sebenarnya merusak reputasi dan kredibilitas kritik itu sendiri. Dalam jangka panjang, tindakan tersebut justru bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap kritik yang disampaikan oleh mahasiswa.

Tantangan dalam Berkritik di Media Sosial

Meskipun media sosial memberikan platform yang luas untuk menyuarakan kritik, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Pertama, media sosial sangat rentan terhadap misinformasi. Kritik yang didasarkan pada informasi yang tidak akurat atau hoaks hanya akan memperkeruh masalah dan menimbulkan kesalahpahaman. Mahasiswa harus lebih berhati-hati dalam memverifikasi informasi sebelum menyampaikannya sebagai kritik.

Kedua, media sosial sering kali menjadi tempat di mana emosi lebih diutamakan daripada rasionalitas. Dalam kondisi tertentu, mahasiswa mungkin tergoda untuk menyampaikan kritik secara emosional tanpa mempertimbangkan dampaknya. Kritik yang emosional cenderung kurang objektif dan lebih mudah disalahartikan sebagai penghinaan.

Ketiga, kritik di media sosial sering kali mendapatkan respon yang sangat cepat dan luas, yang kadang-kadang bisa memicu reaksi yang tidak diinginkan. Mahasiswa harus siap menghadapi berbagai tanggapan, termasuk yang bersifat negatif, dan menjaga sikap profesional dalam meresponnya.

***

Kritik yang sehat adalah elemen penting dalam demokrasi, dan mahasiswa memiliki peran yang sangat vital dalam menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Namun, di era media sosial, etika berkritik menjadi lebih penting dari sebelumnya. Mahasiswa harus mampu membedakan antara kritik yang membangun dan penghinaan yang merusak, serta menjaga penyampaian kritik tetap berbasis data, sopan, dan konstruktif.

Media sosial memang menawarkan platform yang luas untuk menyampaikan kritik, tetapi juga menuntut tanggung jawab yang besar dalam penggunaannya. Dengan memahami dan menerapkan etika berkritik, mahasiswa tidak hanya dapat menyampaikan pendapat mereka dengan cara yang lebih efektif, tetapi juga berkontribusi positif terhadap perubahan sosial yang lebih baik.

Pena Narr, Belajar Mencoret... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun