Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membongkar Bahaya Hubungan Toxic di Kalangan Remaja

20 Agustus 2024   11:06 Diperbarui: 22 Agustus 2024   13:57 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hubungan toxic | Image by Kompas.com

Data Komnas Perempuan tahun 2023 menunjukkan bahwa 2.078 kasus kekerasan seksual terjadi di Indonesia pada tahun 2023, yang merupakan 24,69% dari total kasus kekerasan (Sumber: komnasperempuan.go.id). 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat laporan kasus kekerasan seksual pada anak termasuk remaja didalamnya telah mencapai 7 ribu pada tahun 2021, dan ternyata kasus ini lebih banyak dibanding 2019 lalu sebanyak 6.454 kasus, dan pada tahun 2020 sebanyak 6.980 kasus (KPPPA, 2021).

Kekerasan dalam pacaran bukanlah masalah sepele. Ini adalah cerminan dari kegagalan kita sebagai masyarakat dalam memberikan pemahaman yang benar tentang hubungan yang sehat kepada anak-anak kita. 

Alih-alih membiarkan mereka mengembangkan hubungan berdasarkan kedewasaan dan tanggung jawab, kita malah mendorong mereka untuk terlibat dalam hubungan romantis yang sering kali berujung pada bahaya.

Normalisasi Pacaran, Sebuah Kebodohan Kolektif

Ketika kita membiarkan atau bahkan mendorong remaja untuk pacaran, kita sebenarnya sedang membuka pintu bagi mereka untuk terlibat dalam hubungan yang berpotensi merusak. Apa yang kita anggap sebagai "bagian dari tumbuh dewasa" sebenarnya adalah sebuah kebodohan kolektif. Kita meremehkan dampak negatif dari pacaran di usia muda, dan hasilnya adalah generasi yang tumbuh dengan luka-luka emosional dan trauma.

Budaya populer turut berperan besar dalam menormalisasi pacaran. Film, musik, dan media sosial kerap kali menampilkan pacaran sebagai sesuatu yang manis dan romantis, tanpa memperlihatkan sisi gelapnya. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan ini akhirnya menganggap bahwa pacaran adalah sesuatu yang wajib, bahkan jika itu berarti mengorbankan diri mereka sendiri. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap generasi muda kita.

Wajah Baru dari Kekerasan Terstruktur

Jika kita menelaah lebih dalam, pacaran sebenarnya bisa dianggap sebagai wajah baru dari kekerasan terstruktur di kalangan remaja. Mereka yang terlibat dalam hubungan toxic sering kali kehilangan identitas mereka sendiri, menjadi terisolasi dari teman dan keluarga, dan bergantung pada pasangan mereka secara emosional. Ini adalah bentuk lain dari penindasan, di mana remaja dipaksa untuk bertahan dalam hubungan yang merusak demi mendapatkan penerimaan sosial.

Kita harus berhenti menormalisasi pacaran. Ini bukanlah "bagian dari tumbuh dewasa." Ini adalah jalan menuju kehancuran bagi banyak remaja. Kita harus mulai mengajarkan nilai-nilai hubungan yang sehat dan bertanggung jawab, bukan mendorong mereka untuk terjun ke dalam dunia percintaan yang penuh dengan bahaya.

Stop Menormalisasi Pacaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun