Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tren Mengecek Nama di PDDikti: Antara Eksistensi dan Kontroversi

4 Agustus 2024   04:52 Diperbarui: 8 Agustus 2024   18:54 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengukur nilai seseorang hanya dari catatan akademisnya menunjukkan pandangan yang sempit dan kurangnya penghargaan terhadap keragaman pengalaman manusia

Media sosial, khususnya TikTok, selalu menghadirkan tren-tren yang menarik perhatian netizen. Salah satu tren terbaru adalah mengecek nama di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti).

Tren ini menuai beragam reaksi, dari yang menganggapnya sebagai bentuk pencapaian hingga yang melihatnya sebagai alat untuk merendahkan orang lain. Fenomena ini mengundang diskusi mengenai motivasi dan dampaknya terhadap masyarakat.

Perayaan Pencapaian atau Keangkuhan Terselubung?

Bagi sebagian orang, mengecek dan memamerkan nama yang terdaftar di PDDikti merupakan simbol kebanggaan. Tidak bisa dipungkiri, proses perkuliahan adalah perjalanan panjang yang penuh tantangan dan perjuangan.

Lulus dari perguruan tinggi dan tercatat secara resmi di PDDikti adalah bentuk pengakuan resmi atas keberhasilan akademis seseorang. Dalam konteks ini, menunjukkan nama di PDDikti adalah cara untuk merayakan pencapaian pribadi yang telah diraih dengan susah payah.

Namun, ketika kebanggaan tersebut dipamerkan secara berlebihan dan digunakan untuk menunjukkan superioritas akademis, esensinya berubah. Bukannya menjadi inspirasi, tindakan ini justru berpotensi menjadi alat untuk merendahkan orang lain.

Beberapa netizen menganggap tren ini hanya digunakan sebagai alat untuk merendahkan orang lain. Ada narasi yang berkembang bahwa menunjukkan nama di PDDikti hanya untuk menekankan status akademis seseorang dibandingkan orang lain yang mungkin belum terdaftar.

Ungkapan seperti "jangan jadikan aku sainganmu, namamu tidak ada di PDDikti saja kamu sudah kalah" mencerminkan penggunaan tren ini untuk mengolok-olok orang lain yang belum atau tidak tercatat di PDDikti.

Pandangan ini menimbulkan perdebatan di kalangan pengguna media sosial. Ada yang merasa bahwa mengejek orang lain karena status akademis mereka adalah tindakan yang memalukan dan tidak etis. "Jika tren ini digunakan untuk merendahkan orang lain, maka ini sangat menyedihkan dan memalukan," tulis seorang netizen di kolom komentar.

Dampak Negatif dan Kritik

Tren ini memunculkan sejumlah kritik tajam dari berbagai kalangan. Banyak yang merasa bahwa mengejek orang lain berdasarkan status akademis adalah tindakan yang tidak etis dan mencerminkan kurangnya empati.

Penggunaan PDDikti sebagai tolok ukur untuk merendahkan orang lain memperlihatkan betapa dangkalnya cara pandang sebagian pengguna media sosial terhadap nilai manusia.

Kritik lain muncul dari perspektif sosial dan psikologis. Tren ini dapat berdampak negatif pada individu yang mungkin memiliki alasan valid mengapa namanya belum tercatat di PDDikti. Misalnya, proses administrasi yang lambat, kesalahan data, atau kondisi pribadi yang menghambat mereka menyelesaikan pendidikan tepat waktu.

Alih-alih merendahkan, tren ini seharusnya menjadi momen untuk memahami dan mendukung satu sama lain dalam perjalanan akademis masing-masing.

Kesadaran akan Sistem yang Tidak Sempurna

Di balik tren ini, ada hikmah yang bisa diambil terkait kesadaran akan sistem pencatatan pendidikan yang belum sempurna.

Beberapa komentar positif menunjukkan bahwa tren ini membuka mata banyak orang bahwa masih ada lulusan yang belum tercatat di PDDikti, baik karena kelalaian administratif atau sebab lainnya.

Ini adalah kesempatan bagi institusi pendidikan untuk memperbaiki sistem dan memastikan data akademis semua mahasiswa terdaftar dengan benar.

"Saya lulus beberapa tahun yang lalu, tetapi nama saya belum terdaftar di PDDikti. Tren ini membuat saya sadar dan segera menghubungi pihak kampus untuk memperbaiki data saya," ungkap seorang mantan mahasiswa di TikTok. Kesadaran ini bisa menjadi langkah awal untuk perbaikan sistem yang lebih baik dan lebih adil bagi semua lulusan.

Menggunakan Media Sosial dengan Bijak

Fenomena ini menjadi pengingat pentingnya menggunakan media sosial dengan bijak dan penuh empati. Media sosial memiliki kekuatan besar untuk membentuk opini publik dan mempengaruhi perasaan individu. Oleh karena itu, setiap pengguna harus lebih berhati-hati dalam berperilaku di dunia maya.

Tren mengecek nama di PDDikti seharusnya menjadi sarana untuk merayakan pencapaian tanpa harus merendahkan orang lain.

Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan dukungan dan memberikan dorongan positif kepada mereka yang masih berjuang menyelesaikan pendidikan mereka. Dengan begitu, kita bisa menciptakan lingkungan media sosial yang lebih positif, mendukung, dan empatik.

Mengecek nama di PDDikti tidak seharusnya menjadi ajang untuk menunjukkan superioritas atau merendahkan orang lain. Penting untuk menjaga etika dan empati dalam berinteraksi di media sosial.

Mari gunakan tren ini sebagai momentum untuk perbaikan sistem dan sebagai inspirasi untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan akademis masing-masing. Dengan sikap yang bijak dan empatik, media sosial bisa menjadi ruang yang lebih positif bagi semua penggunanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun