Pemerintah Indonesia sudah mulai membuka pembatasan sosial secara bertahap yang dikenal dengan "new normal" dimana pada situasi ini kegiatan masyarakat dapat berjalan seperti biasa namun tetap mengikuti protokol kesehatan untuk menghindari penularan dan penyebaran virus.
Sejak new normal mulai dijalankan, jumlah kasus terkonfirmasi Covid justru makin meningkat di beberapa daerah di Indonesia dan mencapai 1000 kasus per hari nya. Kenaikan jumlah kasus ini adalah yang tertinggi setelah dilonggarkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Menurut pengajar kesehatan masyarakat di salah satu perguruan tinggi di Indonesia, jumlah kasus yang masih terbilang tinggi maka penerapan new normal beresiko tinggi terhadap makin masifnya penyebaran virus Corona.
Pelayanan kesehatan sebagai sektor yang paling terdampak oleh situasi pandemik ini harus bersiap untuk menghadapi new normal. Pelayanan kesehatan di era new normal akan sangat berbeda dengan keadaan sebelum COVID 19 dimana rumah sakit harus mulai memikirkan langkah yang akan diambil untuk tetap merawat pasien COVID-19 namun disaat bersamaan juga memberikan pelayanan kepada pasien umum dengan resiko penularan seminimal mungkin, sehingga disebut sebagai balancing act.
Rumah Sakit harus berada dalam kondisi siap siaga untuk berpartisipasi secara efektif dan efisien dalam merespons kondisi Covid-19. Keamanan pelayanan akan sangat dipengaruhi oleh kepatuhan petugas kesehatan dan pasien terhadap prosedur, ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) dan pemahaman petugas kesehatan terhadap protokol penanganan Covid-19. Sedangkan efektivitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana seperti ruang isolasi dan ketepatan penanganan untuk Covid-19Â
Upaya pengendalian infeksi Covid-19 yang diperlukan oleh rumah sakit terletak di sarana dan prasarana. Beberapa diantaranya adalah memiliki fasilitas ruang isolasi dan tenaga medis yang sanggup menangani pasien Covid-19. Untuk penatalaksanaan pasien Covid-19 membutuhkan ruangan isolasi yang memenuhi syarat pengendalian infeksi.
Rumah Sakit di era COVID-19 perlu meningkatkan kewaspadaan akan adanya kemungkinan terjadinya infeksi melalui udara (airborne infection). Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC Â tentang kewaspadaan isolasi untuk pasien dengan penyakit infeksi airbourne yang berbahaya seperti Covid-19 maka kewaspadaan yang perlu dilakukan meliputi kewaspadaan standar, kewaspadaan kontak, perlindungan mata dan kewaspadaan airborne.
Dalam waktu singkat, berbagai strategi harus dilakukan oleh Rumah Sakit Rujukan Covid-19 dalam penatalaksanaan kasus Covid-19 seperti menambah atau mengubah ruang perawatan secara signifikan, memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana, memfokuskan pemenuhan kekurangan tenaga kesehatan, memberikan pelatihan bagi SDM nya dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan keselamatan pasien dan juga tenaga kesehatan.
RSUD Tipe D Sebagai Rumah Sakit Rujukan COVID-19
RSUD Tipe D adalah rumah sakit milik pemerintah daerah yang memiliki pelayanan medik umum dan minimal 2 dari 4 pelayanan medik spesialis dasar yaitu penyakit dalam, kesehatan anak, dan/atau obstetri dan ginekologi.  Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah yang ada di Indonesia yang mempunyai kebijakan masing-masing  dalam menanggulangi kasus Covid-19.
Sebagai salah satu contoh terdapat Pemerintah Daerah Kota di Indonesia yang mengeluarkan kebijakan untuk menjadikan RSUD Tipe D menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid-19. Hal ini dilakukan  untuk memaksimalkan fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah. Keputusan Pemerintah Daerah ini untuk merujuk pasien Covid-19 ke RSUD Tipe D dinilai cukup beresiko karena RSUD ini masih jauh dari segi kesiapan sarana, prasarana dan juga SDM.
Untuk pasien virus Corona, dibutuhkan ruangan isolasi bertekanan negatif. Sementara kondisi yang ada di RSUD tersebut untuk ruang isolasi yang ada hanya dilengkapi exhause fan dan tidak ada ada hepa filter, tekanan negatif, maupun pengukur tekanan.
Pada prinsipnya, setiap pasien dengan penyakit infeksi menular seperti Covid-19 dan dianggap berbahaya dirawat di ruang terpisah dari pasien lainnya yang bukan mengidap infeksi. Hal ini dapat menyebabkan potensi terjadinya penyebaran Covid-19 menjadi lebih luas karena tercampurnya pasien Covid-19 dan Non Covid dalam satu Rumah Sakit.
Dari segi SDM, kuantitas dan kualitasnya perlu diperhatikan. Jumlah SDM perlu ditinjau  kembali berdasarkan Analisis Beban Kerja mengingat masih minimnya jumlah SDM yang ada di RSUD tersebut. Keamanan pelayanan akan sangat dipengaruhi oleh kepatuhan tenaga kesehatan dan pasien terhadap prosedur, ketersediaan APD yang standar dan pemahaman petugas kesehatan terhadap protokol penanganan Covid-19. Tenaga kesehatan yang ada di RS harus dapat meningkatkan kompetensinya mengingat pengetahuan tenaga kesehatan yang berbeda-beda dalam protokol Covid-19 yang akan berpengaruh terhadap keselamatan pasien.
Keselamatan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas dan perhatian untuk manajemen RS dan Pemerintah Daerah mengingat sudah banyak korban dari tenaga kesehatan di Indonesia yang meninggal akibat Covid-19. Manajemen Rumah Sakit harus memastikan keselamatan tenaga kesehatan dan tercukupinya pasokan medis dalam penatalaksanaan pasien Covid.
Sebagai RS Rujukan penanganan Covid-19, perlu melakukan berbagai prosedur pelayanan kesehatan dalam menghadapi new normal. Melihat situasi yang ada pada RSUD tersebut, penulis menyarankan beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Daerah khususnya manajemen Rumah Sakit, yaitu :
1. Percepatan pemenuhan sarana dan prasarana Rumah Sakit
Sebagai rumah sakit rujukan Covid-19, sebaiknya Pemerintah Daerah melengkapi dahulu ruang isolasi yang sesuai dengan standar dan sarana  pendukungnya sebelum memutuskan untuk menerima rujukan pasien Covid-19. Hal ini dapat mengendalikan potensi terjadinya penyebaran infeksi yang pada akhirnya akan meningkatkan keselamatan pasien dan tenaga kesehatan.
Melihat perubahan yang terus terjadi dalam kasus Covid-19, tidak tertutup kemungkinan adanya gelombang kedua (second wave). Dalam pemenuhan sarana dan prasarana, pihak RSUD dapat mengajukan anggaran melalui dana bencana atau Anggaran Belanja Tambahan kepada Pemerintah Daerah.
2. Kesiapan SDM untuk penatalaksanaan wabah Covid-19
Rumah Sakit harus mempunyai mekanisme dan prosedur yang dibutuhkan untuk mengkoordinasikan aktivitasnya dalam menghadapi wabah Covid-19.
Sebagai Rumah Sakit yang beroperasional dengan ketersediaan fasilitas dan pengetahuan tenaga kesehatan yang berbeda-beda serta pengalaman kerja yang minim di Rumah Sakit, sehingga perlunya peningkatan kompetensi yang dapat meningkatkan keselamatan pasien. Perlunya melakukan kalkulasi kapasitas SDM Rumah Sakit, pelatihan dan rekruitmen tenaga tambahan agar dapat memastikan tercukupinya tenaga kesehatan yang ada sesuai dengan beban kerja yang merata dan pasokan medis yang cukup untuk area yang dianggap essensial.
3. Mendesain ulang bentuk pelayanan kesehatan
- Rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang efektif dan terkontrol dengan lebih selektif dalam menerima pasien berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Jika terdapat kasus yang memerlukan tindak lanjut yang lebih komprehensif, lebih baik langsung dirujuk ke RSUD tipe A. Hal ini dapat meningkatkan keselamatan pasien dan tenaga kesehatan
- Penggunaan telemedicine dan monitoring untuk pasien dengan penyakit kronis dapat menurunkan kunjungan yang tidak perlu ke fasilitas kesehatan dan mengurangi resiko keterpaparan terhadap virus. Penggunaan telemedicine atau virtual care dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk meminimalisir tatap muka antara pasien dan tenaga kesehatan.
- Promosi kesehatan dan edukasi kepada pasien dan pengunjung yang lebih massif untuk memastikan protokol keselamatan dapat dipahami dan ditaati oleh semua pihak
- Melakukan upaya peningkatan mutu layanan yang terintegrasi untuk memastikan mutu layanan tetap terjaga dengan adanya pembatasan-pembatasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H