Mohon tunggu...
Narita Risdianovi
Narita Risdianovi Mohon Tunggu... Lainnya - Dosen

Menuangkan aksara untuk berbagi pengetahuan, berkolaborasi, dan berkontribusi kepada komunitas.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengenal Penyakit Autoimun Syndrom Guillan-Barre (GBS) dan Vaksinasi Covid-19

13 Januari 2022   11:00 Diperbarui: 13 Januari 2022   11:29 1660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penyakit autoimun adalah suatu penyakit yang menyerang kekebalan tubuh. Bahwasanya imunitas manusia terbentuk dengan sendirinya sebagai bentuk proteksi akan virus atau bakteri yang akan menyerang. 

Namun, sebaliknya autoimun menyerang sendiri sel-sel sehat tersebut sehingga menyebabkan beberapa fungsi organ menjadi lemah bahkan tidak berfungsi kembali.  Guillan-Barre Syndrom (GBS) atau Sindrom Guillan-Barre (SGB) ditemukan pada tahun 1916 oleh Georges Guillain, Jean-Alexandre Barr, dan Andr Strohl. 

SGB merupakan penyakit langka yang menyerang system syaraf motorik tepi (syaraf perifer) yang menyebabkan kelemahan otot. Kerusakan syaraf tepi menyebabkan sulitnya rangsangan dari otak sehingga adanya penurunan respon otot terhadap kerja system syaraf.  

Penyebab SGB tidak diketahui secara pasti dan saat ini masih dalam riset berkelanjutan. Namun merujuk dari kasus terdahulu, faktor penyebabnya adalah infeksi gangguan pencernaan dan infeksi saluran pernapasan pada si pasien. Selain ini, SGB dapat terjadi setelah si pasien mengalami Flu.

Penyakit ini dapat dikategorikan sebagai slowly-killer. Organisasi internasional GBS|CIDP menjelaskan bahwa SGB ditandai dengan timbulnya mati rasa, kelemahan, dan sering kelumpuhan yang cepat pada kaki, lengan, otot pernapasan, dan wajah. 

Biasanya ditemukan kelumpuhan menjalar ke atas anggota badan dari jari tangan dan kaki menuju batang tubuh hingga hilangnya refleks, seperti sentakan lutut. SGB adalah salah kondisi yang jarang terjadi di dunia. 

Menurut data tahun 2016 di Indonesia 48 kasus yang masih ditangani pada RSCM. Setiap orang bisa terkena SGB tetapi pada umumya lebih banyak terjadi pada orang tua. 

Orang berumur 50 tahun keatas merupakan golongan paling tinggi risikonya untuk mengalami SGB. Kasus ini banyak diderita oleh laki-laki usia produktif. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan diderita oleh anak-anak.

Oleh sebab itu, sebagai orang tua haruslah preventif akan gejala-gejala yang terjadi sebelum menyerang. Meskipun, gejala yang ditunjukkan terserangnya tiba-tiba syaraf penggerak motorik. 

Sebagian besar pasien yang baru didiagnosis dirawat di rumah sakit dan pastinya perlu penanganan yang serius.  Merujuk dari sumber GBS|CIDP Foundation, sebenarnya kita dapat mengenali gejala awal penyakit ini pada beberapa waktu sebelumnya, diantaranya:

  1. Otot mata dan kesulitan penglihatan
  2. Kesulitan menelan, mengunyah atau berbicara
  3. Kelemahan kaki atau pergelangan kaki
  4. Keseimbangan yang buruk
  5. Nyeri di tubuh yang bisa parah, terutama di malam hari
  6. Masalah dengan koordinasi dan ketidakstabilan
  7. Detak jantung atau tekanan darah tidak normal
  8. Masalah pencernaan atau masalah kontrol kandung kemih

Biasanya, kasus baru SGB dirawat di ICU (Intensive Care) untuk memantau pernapasan dan fungsi tubuh lainnya sampai penyakitnya stabil. Fase akut SGB biasanya bervariasi dari beberapa hari hingga bulan, dengan lebih dari 90% pasien pindah ke fase rehabilitatif dalam waktu empat minggu.

Serangkaian proses yang harus dijalankan sebelum si pasien tervonis SGB adalah sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan darah lengkap
  2. Pelaksanaan MRI (Magneting Resonance Imaging), adalah pemeriksaan untuk mendeteksi kerusakan pada syaraf yang teserang.
  3. EMG (Elektromyograph), adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk merekam konstaksi otot serta kecepatan hantar syaraf
  4. Lumbal puncti, yaitu pengambilan cairan sumsum tulang belakang

Keseluruhan rangkaian pemeriksaan harus dilakukan agar mengetahui sejauh mana penyakit SGB ini menjalar ke dalam organ tubuh dan mencegahkan dengan cara pengobatan yang tepat serta terapi yang berkelanjutan.

Cara mengatasi SGB adalah dengan pemberian imuneglobulin secara intravena dan plasmapharesis atau pengambilan antibodi yang merusak sistem saraf tepi dengan jalan mengganti plasma darah. 

Pemberian imuneglobulin dikondisikan dengan jumlah ampuls immunoglobin (1 ampuls sebanyak 5 cc) disesuaikan dengan berat badan tubuh si pasien.

Pemberian imuneglobulin dilakukan selama 5 hari berturut-turut. Selain pengobatan tersebut diberikan fisioterapi dan perawatan dengan pemberian obat pengurang rasa sakit. 

Perawatan pasien melibatkan upaya terkoordinasi dari tim seperti ahli saraf, fisioterapis (dokter rehabilitasi), internis, dokter keluarga, terapis fisik, perawat, dan psikolog atau psikiater.

Lebih lanjut, Keberadaan penyakit Autoimun SGB ini tidak dapat diremehkan. Pada beberapa jurnal internasional SGB bahkan dapat terjadi setelah dilakukan penyuntikan vaksinasi Covid-19. 

New England Journal of Medicine melaporkan pada bulan Juni 2020, tiga rumah sakit di Italia Utara  terindikasi memiliki lima pasien dengan COVID-19 yang menunjukkan gejala yang konsisten dengan SGB.

Kini banyak orang yang penasaran dengan kondisi ini. Dr. Peter Donofrio, seorang profesor neurologi di Vanderbilt University Medical Center di Nashville memperkuat pernyataan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit bahwa gejala dan perawatan SGB berkembang pada sekitar 3.000 hingga 6.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat dan hanya ada sekitar 15 kasus yang dilaporkan di dunia orang yang mengembangkan GBS setelah dinyatakan positif COVID-19.

Informasi mengenai perkembangan SGB direspon oleh Lembaga World Health Organization (WHO) pada bulan September 2020 yang memberikan catatan penting terkait vaksinasi Covid-19 dengan SGB seperti pada gambar berikut:

Sumber: www.WHO.int
Sumber: www.WHO.int

Menurut gambar tersebut masih jarang dilaporkan efek dari vaksinasi Covid-19 terhadap jenis vaksin tertentu, yang dapat menimbulkan SGB. Masih diperlukan banyak penelitian terkait SGB dan Vaksinasi Covid-19. 

Namun, apabila terdapat gejala-gejala yang terjadi setelah 42 hari setelah vaksinasi dianjurkan untuk segera menghubungi Doktor dan berkunjung ke Rumah Sakit. 

SGB memiliki banyak penyebab yang mana penyebab itu serupa dengan penyebab terjadinya Covid-19. Namun, alangkah lebih baik apabila melakukan vaksinasi Covid-19 agar mencegah timbulnya gejala yang lebih parah. 

Bagi para penyintas SGB sangat dianjurkan untuk konsultasi Dokter yang menangani terlebih dahulu apakah belum atau sudah dapat diberikan vaksinasi Covid-19.

Sepengalaman penulis setelah berkonsultasi dengan tim Dokter, penyintas GBS dapat diberikan vaksinasi Covid-19 setelah benar-benar sembuh dari penyakit tersebut yang mana sudah melakukan fisioterapi sehingga fungsi tubuh kembali normal dengan jarak setelah minimal tiga bulan penyembuhan total.

Pada akhirnya penyakit ini dapat dicegah sedari dini. Dengan pola makan dan pola hidup yang teratur dapat mengurangi pemicu awal, seperti :

  1. Mempedulikan kondisi badan kita, semisal pada saat lalu apabila kondisi tidak enak badan harus segera ditangani.
  2.  Faktor makanan yang higienis, dalam arti termasak dengan matang sehingga dapat mengurangi faktor resiko bakteri yang dapat masuk ke pencernaan kita, terutama pada jenis unggas.
  3. Tidak mengabaikan demam serta diare diatas 3 hari harus segera diobati.
  4. Mengurangi tingkat stress melalui pola hidup yang seimbang.

Apabila sudah mengalami GBS, terapi secara berkelanjutan membatu proses regenerasi sel -- sel syaraf yang sebelumnya melemah untuk menjadi kuat. 

Hal ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar, paling cepat dibutuhkan waktu selama 6 bulan setelah dilakukan pengobatan hingga 1 tahun proses pemulihan. 

Pasien yang berhasil sembuh dari SGB tetap menyisakan kelemahan fungsi tubuh karena sel saraf merupakan jaringan yang tidak bisa kembali dengan sendirinya ketika mengalami kerusakan. 

Untuk dapat menggerakkan anggota tubuhnya Kembali pasien harus melakukan terapi dan latihan secara teratur. Dalam jangka waktu satu tahun atau lebih, 85% penderita SGB dapat kembali normal.  

Sebagai penutup, dikutip dari penyataan Dr. Peter Donofrio : "Jika Anda mengalami kesemutan di kaki atau tangan Anda, dan Anda mengatakan kepada dokter bahwa seminggu sebelumnya Anda menderita pilek, atau radang paru-paru atau bronkitis, atau semacamnya, ataupun keduanya harus membuat Anda berpikir tentang perkembangan penyakit Sindrom Guillain- Barre"

Sumber:

1. Artikel: Tutik Rahayu. Dosen Jurdik Biologi FMIPA UNY. Mengenal Guillan Barre Syndrom

2. Bouattour N, Hdiji O, Sakka S, Fakhfakh E, Moalla K, Daoud S, Farhat N, Damak M, Mhiri C. Guillain-Barr syndrome following the first dose of Pfizer-BioNTech COVID-19 vaccine: case report and review of reported cases. 2021 Nov 18:1--7

 3. https://health.kompas.com/penyakit/read/2021/09/19/200000368/penyakit-autoimun

4. https://www.gbs-cidp.org/gbs/

5. https://www.today.com/health/what-guillain-barre-syndrome-understanding-rare-disease-t184590

6. https://www.who.int/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun