Sebagian peneliti mengungkapkan bahwa gugusan Candi Muara Takus terkait erat dengan Kedatuan Sriwijaya. Salah satunya I’Tsing. Ia menyebut, pada abad VII seorang berkebangsaan Cina mengadakan perjalanan dari India ke pusat Agama Budha di Muara Takus untuk belajar agama. Disebutkan bahwa setiap bulan delapan, bayangan tongkat diwalacakra tidak menjadi lebih panjang atau pendek. Pada tengah hari, orang berdiri tanpa bayangan. Selain sebagai pusat Agama Hindu, Muara Takus juga merupakan pusat perdagangan yang ramai di Selat Malaka.
[caption id="attachment_107919" align="aligncenter" width="300" caption="Disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta (dari wikipedia)"][/caption]
Sedangkan menurut Ir. J.L Moens, Tapomim Yava, Yavadvipa, dan Chopo semula hanya digunakan untuk menyebut Semenanjung Malaysia. Taponim Javadvipa dalam Prasasti Cangal 732 merupakan nama kerajaan leluhur Sanjaya yang berasal dari India Selatan. Ia mendirikan kerajaan di Kedah Semenanjung Malaysia yang kemudian berhasil diusir oleh Raja Sriwijaya. Sanjaya lalu mendirikan kerajaan di Pulau Jawa. Pusat Kedatuan Sriwijaya, menurut Moens, terbentuk di pantai Timur Semenanjung, bukan di Palembang. Sedangkan Palembang menurutnya merupakan ibukota Kerajaan Melayu. Setelah mengalahkan Palembang, Raja Sriwijaya berpindah ke Muara Takus. Alasan Moens, karena gugusan candi berada di Sungai Kampar Kanan dan Batang Mahat.
Soal benar tidaknya, aku –masih- hanya mendengar kisahnya....