[caption id="attachment_105670" align="aligncenter" width="300" caption="seperti gapura"][/caption]
[caption id="attachment_105671" align="aligncenter" width="300" caption="berayun-ayun...."][/caption]
[caption id="attachment_105669" align="aligncenter" width="300" caption="pondok untuk istirahat"][/caption]
Di antara kicauan burung, suara chainsaw menderu seakan membelah hutan dan danau. Mungkin deru yang sama-sama memekakkan telinga itu juga terjadi beberapa bulan sebelum Menteri Negara Lingkungan Hidup mencabut Kalpataru. Penghargaan lingkungan bergengsi ini pernah diberikan kepada 12 tokoh adat masyarakat Desa Buluh Cina pada 5 Juni 2009. Ninik Mamak Negeri Enam Tanjung dianggap berhasil menyelamatkan dan melestarikan hutan wisata Buluh Cina.
Namun, pembukaan jalan yang membelah hutan wisata yang bertujuan untuk membuka isolasi kawasan kemudian dianggap merusak kawasan hutan. Meneg LH akhirnya mengeluarkan SK No.4677 tentang pencabutan Kalpataru yang pernah diberikan. Penyerahan kembali Kalpataru oleh Ninik Mamak Negeri Enam Tanjung dilakukan di Kantor Pusat Pengelolaan Ligkungan Hidup (PPLH) Regional Sumatera pada pada 2 Agustus 2009.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H