Mohon tunggu...
Ninuk Setya Utami
Ninuk Setya Utami Mohon Tunggu... lainnya -

Beberapa bulan ini nyari uang segede koran di salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat. Pengennya, bisa segera kembali ke Kepulauan Riau, atau bersua bersama saudara-saudaraku suku-suku termajinalkan di Indonesia. Berbagi kasih, berbagi keceriaan....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

WC Mamak Panjang Sekali...

15 Maret 2011   03:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:47 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_96114" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Belasan ekor anak ayam warna coklat dan hitam mengikuti langkah mamak yang tergesa menuju halaman depan. Aku yang keheranan melihat tingkah ayam-ayam piatu malah membuat mamak tertawa. ”Mamak ayam ro mamak ni lah. Induknyo pai (pergi) entah kama (kemana),” ujar mamak.

[caption id="attachment_94497" align="alignleft" width="300" caption="Mak jadi mamaknya ayam juga (foto : ninuk)"]

13001581411442430893
13001581411442430893
[/caption] Memang, sejak kemarin kuperhatikan, anak-anak ayam lari mengejar mamak kemanapun mamak pergi. Bahkan ketika aku ngobrol bersamanya, satu dua anak ayam itu lompat-lompat seperti hendak minta dipangku mamak. ”Shhhssss....,” usir mamak pada ayam. Bulatan kecil warna abu-abu mengotori lantai beranda yang bersih. Ayam warna coklat membuang kotorannya di sana.

Rumah mamak berderet empat rumah. Berselang satu bangunan yang dibangun sendiri, rumah kak May, tiga rumah berbentuk sama. Rumah bantuan.

Mamak tak pernah melupakan peristiwa yang merenggut harta bendanya tahun 2002 lalu. ”Pas–tanggal 17 Ramadhan,” banjir bandang meluluhlantakkan rumah, menyeret ternak, bangunan sekolah, juga jembatan di Gampong Lubuk Layu, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Untuk mengingat kejadian tersebut, bahkan Sila anak gadis mamak menulis di bukunya. ”Tanggal 16 Oktober 2002,” tukas anak bungsu mamak yang juga dipanggil Mande ini.

”Rumoh mamak dulu ka sitin (di sana), Nuk. Dakek (dekat) jembatan, dakek rumoh pak Keuchik. Kalau balai –pertemuan- ro dulu rumoh sekolah,” kisah mamak. Bersama warga masyarakat lain, mamak mengungsi bertahun-tahun di gampong tetangga.

[caption id="attachment_94501" align="aligncenter" width="300" caption="rumah mamak, rumah tetangga-tetangganya"]

13001589921802147164
13001589921802147164
[/caption]

Seperti warga negara Indonesia yang lain, walau tertimpa bencana mamak masih merasa beruntung. Doa mamak selama di pengungsian justru terjawab setelah Aceh menjadi pusat perhatian dunia. ”Untung idak ado jiwa mati. Untung Aceh tsunami, mamak dikasi rumoh. Kepiang (uang) masih sisa buat rumoh mak. Sia (siapa) Mande –yang membuatkan?”

WC tanpa saluran

Rumah mamak, juga 14 rumah warga lainnya dibuat oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR). sedangkan rumah sekolah dibangun oleh Badan PBB untuk anak-anak, Unicef. Rumah itu bentuknya sama. Hampir sama dengan ribuan rumah bantuan lainnya. Dua kamar tidur, ruang tamu, satu kamar mandi plus WC-nya. Jika butuh untuk ruangan tersendiri untuk memasak, ya buat sendiri ruang dapur. Rumah mamak pun begitu.

Mamak selalu berterima kasih karena kini ia telah memiliki rumah lagi. Walau kadang ia dan Mande Sila anak gadisnya merasa risih kepada orang-orang yang bertamu ke rumahnya, termasuk aku dan teman-temanku. ”Maaf ya mbak, besok pagi kalau mau buang air besar harus ke sungai. Lubang WC, Mande tutup. Orang tu ngasi WC tapi nggak dikasi salurannya. Jadi nggak bisa dipakai,” ujar Sila.

[caption id="attachment_94503" align="aligncenter" width="300" caption="wc panjang. awas kena jebakan!"]

13001587151726067401
13001587151726067401
[/caption]

Tak hanya itu, mamak juga mengatakan, menurut gambar yang pernah dilihatnya, beranda depan seharusnya juga dikeramik. Namun, apalah daya ia yang buta huruf itu menerima apa adanya. ”Semua rumoh idak dikasi keramik. Apo namoe? Korupsi?” katanya sambil terkekeh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun