Melangkah di Jalan yang Tak Terduga untuk Menuju Harapan Baru
Pagi itu, langit di Jakarta terlihat mendung. Aldo duduk diam di teras rumahnya, memandangi layar ponselnya dengan tatapan kosong. Hasil pengumuman Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) sudah keluar sejak semalam. Harapannya untuk diterima di universitas ternama pupus sudah. Tulisan "Maaf, Anda belum diterima" tertera di layar, menghancurkan impian yang ia bangun selama bertahun-tahun.
"Kenapa, Do? Kok murung terus?" tanya ibunya sambil duduk di sebelahnya.
Aldo menghela napas panjang. "Gagal lagi, Bu. Padahal aku sudah belajar keras."
Ibunya menepuk pundaknya lembut. "Gagal itu bukan akhir segalanya, Nak. Jalan menuju sukses itu nggak selalu lurus. Kadang, kita harus belok ke arah yang nggak kita rencanakan. Coba pikirkan lagi, ada universitas lain yang bisa jadi pilihan, kan?"
Mendengar saran ibunya, Aldo mencoba mencari informasi tentang perguruan tinggi swasta. Akhirnya, ia menemukan Universitas Singaraja, sebuah kampus swasta di Jakarta yang memiliki program Ilmu Komunikasi. Meski awalnya ragu, ia memutuskan untuk mendaftar.
Hari pertama Aldo sebagai mahasiswa baru di Universitas Singaraja terasa canggung. Ia duduk di sudut kelas, mengamati teman-teman barunya yang tampak asyik berbicara satu sama lain. Di pikirannya, ia terus membandingkan dirinya dengan mereka. "Apa aku bisa sukses di sini? Apa jurusan ini benar-benar cocok buatku?" pikirnya.
Namun, perlahan, keraguan itu mulai pudar. Salah satu dosennya, Pak Hendra, seorang praktisi komunikasi yang karismatik, memberikan motivasi saat perkuliahan pertama.
"Komunikasi adalah seni. Kalau kalian menguasainya, kalian bisa memengaruhi, menginspirasi, dan bahkan mengubah dunia. Jangan pernah meremehkan potensi kalian sendiri," ucap Pak Hendra sambil menatap mata setiap mahasiswa.
Kata-kata itu membekas di hati Aldo. Ia mulai tertarik dengan dunia komunikasi. Ia belajar tentang public speaking, media digital, hingga manajemen event. Dengan semangat yang perlahan tumbuh, ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi. Dari sana, ia belajar mengorganisasi acara, menulis press release, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Pada semester ketiga, Aldo mendapatkan kesempatan untuk magang di sebuah agensi media ternama. Awalnya, ia hanya bertugas sebagai asisten, membantu menyiapkan materi presentasi. Namun, suatu hari, bosnya memintanya untuk mempresentasikan ide kampanye kepada klien karena salah satu tim inti berhalangan hadir.
Dengan gugup, Aldo maju ke depan. Ia mengingat semua pelajaran yang pernah ia dapatkan di kampus. Ia berbicara dengan percaya diri, mengemas idenya dengan menarik. Presentasi itu sukses besar. Klien bahkan memuji Aldo secara langsung.
Tahun demi tahun berlalu. Aldo lulus dengan predikat cum laude. Tak hanya itu, ia sudah diterima bekerja di agensi tempat ia magang sebelumnya. Kini, Aldo adalah seorang creative director yang memimpin banyak kampanye besar untuk perusahaan ternama.
Pada suatu kesempatan, ia diundang sebagai pembicara tamu di Universitas Singaraja. Di hadapan para mahasiswa baru, ia berbagi kisah perjuangannya.
"Jangan pernah takut gagal," katanya. "Gagal di PTN adalah salah satu momen terburuk dalam hidup saya, tapi justru dari situ saya belajar untuk bangkit. Ternyata, jalan menuju sukses bukan soal di mana kita memulai, tapi bagaimana kita melangkah. Saya berdiri di sini sebagai bukti bahwa mimpi itu bisa diraih, asalkan kita tidak menyerah."
Tepuk tangan memenuhi ruangan. Aldo tersenyum, merasa bersyukur atas perjalanan hidupnya. Gagal di PTN ternyata adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar, yang bahkan tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H