Judul: Ruangan kosong di SekolahÂ
Suatu sore di SMA Harapan Mulya, setelah bel pulang sekolah berbunyi, lima orang sahabat Rian, Nisa, Bayu, Citra, dan Dimas memutuskan untuk mencoba sesuatu yang selama ini hanya mereka dengar dari cerita senior. Di lantai tiga sekolah, ada sebuah ruangan kosong yang selalu dikunci dan katanya, ruangan itu pernah menjadi tempat kejadian aneh beberapa tahun lalu. Konon, seorang siswa pernah hilang secara misterius di sana.
"Cuma cerita buat nakutin anak baru," kata Rian dengan senyum penuh percaya diri. Namun, Nisa terlihat ragu. "Tapi, ada yang bilang kalau sampai sekarang, suara langkahnya masih terdengar di malam hari," ucapnya dengan suara rendah.
Mereka akhirnya sepakat untuk pergi ke ruangan itu setelah sekolah benar-benar sepi. Suasana senja sudah berganti menjadi gelap ketika mereka tiba di lantai tiga. Ruangan itu berada di ujung lorong, terlihat dari jauh dengan pintu kayu tua yang catnya sudah mulai mengelupas. Ruangan itu selalu terasa berbeda dari bagian sekolah lainnya. Tidak ada suara kecuali gemerisik angin dari jendela yang sedikit terbuka.
"Ayo, buka pintunya," kata Bayu sambil menantang Rian. Dengan sedikit dorongan dari yang lain, Rian merogoh saku untuk mengambil kunci yang ia pinjam diam-diam dari petugas sekolah.
Begitu pintu terbuka, mereka langsung disambut dengan bau apak yang menyengat. Di dalam, hanya ada beberapa bangku tua yang berdebu, papan tulis yang hampir tak terbaca, dan... sebuah cermin besar di sudut ruangan. Cermin itu tampak tidak pada tempatnya, seolah baru saja dipindahkan ke sana.
"Kenapa ada cermin di sini?" tanya Dimas sambil mendekati cermin tersebut. Namun sebelum ada yang bisa menjawab, tiba-tiba pintu ruangan tertutup dengan keras, membuat mereka semua terlonjak kaget.
"Siapa yang menutup pintu?" seru Citra, suaranya bergetar.
Mereka mencoba membuka pintu, tetapi pintu itu terkunci dari luar. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain tetap berada di dalam ruangan itu. Sementara itu, udara terasa semakin dingin, dan lampu di lorong mulai berkelip-kelip, menambah kesan menyeramkan.
Bayu, yang biasanya selalu berani, merasa ada sesuatu yang aneh. "Cermin ini..." katanya dengan suara pelan. "Ada yang berbeda."
Mereka semua menatap cermin itu dengan seksama. Awalnya, hanya pantulan mereka yang terlihat. Namun, tak lama kemudian, Nisa melihat sesuatu yang membuat darahnya berdesir. "Lihat... di belakang kita!" bisiknya panik.
Di dalam cermin, mereka melihat sosok bayangan hitam berdiri di pojok ruangan, mengawasi mereka dengan diam. Tapi saat mereka menoleh ke belakang, tidak ada apa-apa.
"Ini tidak mungkin..." gumam Rian sambil mundur perlahan. Bayangan itu semakin mendekat dalam cermin, sementara ruangan terasa semakin sempit. Lalu, terdengar suara berbisik suara yang tidak berasal dari mereka.
"Keluar... dari sini... sebelum terlambat..."
Citra menjerit dan mencoba membuka pintu lagi, namun usahanya sia-sia. Sementara itu, bayangan di dalam cermin mulai keluar, menjangkau mereka dengan tangan yang semakin nyata. Mereka semua berlari ke arah pintu dan berteriak, berharap seseorang di luar bisa mendengar.
Pintu tiba-tiba terbuka dengan keras, dan mereka terjatuh keluar dari ruangan. Saat mereka menoleh ke belakang, bayangan itu lenyap, hanya menyisakan cermin tua yang kembali diam.
Tanpa berpikir panjang, mereka berlari turun tanpa berkata-kata, meninggalkan lantai tiga yang kini terasa lebih mencekam. Saat mereka sampai di halaman sekolah, Bayu berbisik dengan wajah pucat, "Kita tidak akan pernah kembali ke sana..."
Dan sejak malam itu, tak ada seorang pun dari mereka yang berani berbicara lagi tentang ruangan kosong itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI